Tamsil Kisah Adam, Politik Dinasti, dan Etika Berkontestasi

Tamsil Kisah Adam, Politik Dinasti, dan Etika Berkontestasi

ILUSTRASI tamsil kisah Nabi Adam AS, politik dinasti di Indonesia, dan etika berkontestasi di pemilu.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

PEMILIHAN kepada daerah (pilkada) serentak akan diselenggarakan pada 27 November 2024. Secara nasional, pilkada serentak tahun ini berlangsung di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Di Jawa Timur, pilkada serentak diselenggarakan di 38 kabupaten/kota untuk memilih bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota serta pemilihan gubernur-wakil gubernur Provinsi Jawa Timur. 

Salah satu persoalan yang patut menjadi perhatian dalam pilkada serentak tahun ini adalah fenomena politik dinasti. Hal itu dapat dilihat dari sejumlah figur yang bersiap running dalam pilkada serentak. Sebagian di antara figur tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan dengan elite politik dan pejabat eksekutif tingkat pusat atau daerah. 

Budaya penguasa untuk menempatkan orang-orang yang masih berhubungan darah, keturunan, dan kekerabatan sebagai calon anggota legislatif atau kepala daerah secara populer disebut politik dinasti. 

BACA JUGA: Forum Cik Di Tiro Jogja Nobatkan Presiden Jokowi Bapak Politik Dinasti Indonesia

BACA JUGA: Petisi Bumi Siliwangi Kampus UPI: Tolak Politik Dinasti Jokowi

Politik dinasti juga dipahami sebagai kekuasaan politik yang dijalankan sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga. Dalam tradisi politik era pramodern, politik dinasti sejatinya lebih indentik dengan kerajaan. Para raja yang berkuasa akan mewariskan kekuasaannya secara turun-temurun. 

Hal itu dilakukan agar kekuasaan tetap berada di lingkaran keluarga. Menurut Ari Dwipayana (2023), budaya politik dinasti yang kini berkembang merupakan gejala neopatrimonialistik. Benih politik dinasti sudah lama dan berakar kuat secara tradisional sejak era kolonial. 

Dalam budaya patrimonialistik, sistem politik dibangun dengan mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis. Politik dinasti disebut gejala neopatrimonial karena ada unsur patrimonial lama, tetapi dilakukan dengan strategi baru. 

BACA JUGA: Sindiran Mahfud MD untuk Politik Dinasti: Itu Jorok!

BACA JUGA: New York Times Soroti Politik Dinasti di Pilpres RI, Ambang Priyonggo: Demi Status Quo Kekuasaan

Jika dulu pewarisan kekuasaan ditunjuk secara langsung oleh raja, sekarang melalui jalur politik prosedural. Persoalan kemampuan, prestasi, integritas, dan rekam jejak, yang umumnya digunakan dalam sistem meritokrasi, pun diabaikan. 

Orang-orang yang masih berhubungan keluarga dengan elite penguasa memperoleh kemudahan untuk masuk ke partai-partai politik. Tanpa berpeluh keringat, mereka tiba-tiba menjadi kader inti, bahkan pucuk pimpinan partai politik. 

Mereka difasilitasi sedemikian rupa sehingga mampu memenangkan kontestasi politik dalam sistem demokrasi yang prosedural. Sejujurnya, praktik politik itu merupakan bagian dari budaya patrimonialistik yang terselubung di era demokrasi. 

BACA JUGA: Dua Petinggi Ormas Keagamaan Indonesia Sindir Politik Dinasti di Tanah Air Lewat Pantun dan Kelakar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: