Defeodalisasi Jabatan Publik (1): Bibit Demokrasi di Indonesia
ILUSTRASI Defeodalisasi Jabatan Publik (1): Bibit Demokrasi di Indonesia. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
DEMOKRASI dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia adalah hal baru. Istilah DEMOKRASI baru dikenalkan ke Indonesia pada awal abad ke-20, terutama oleh para pemuda Indonesia yang berkuliah di negeri Belanda.
Mereka di Belanda mempelajari sistem demokrasi yang telah berkembang sejak ribuan tahun sebelumnya. Ketika mereka kembali ke Indonesia, gagasan mengenai demokrasi dibawa serta.
Ideologi demokrasi menjadi salah satu alat untuk melawan penjajahan dengan cara mendirikan berbagai organisasi modern.
Budi Utomo dan Sarekat Islam merupakan contoh organisasi modern yang didirikan para pejuang demokrasi sebagai alat untuk melawan Belanda. Dalil bahwa demokrasi mengedepankan aspirasi rakyat dipakai di organisasi tersebut.
BACA JUGA: Demo Tegakkan Demokrasi
BACA JUGA: Demokrasi dan Kekuasaan: Antara Maslahat dan Mafsadat
Sarekat Islam berhasil menjadikan dirinya sebagai organisasi anti penjajahan paling kuat dan paling besar, dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 2 juta orang saat di posisi puncak sekitar tahun 1916.
Saat itu Sarekat Islam dipimpin HOS Cokroaminoto, yang menyadari bahwa ideologi demokrasi sangat efektif untuk membangkitkan partisipasi rakyat. Dalam hal ini, demokrasi merupakan instrumen yang dimanfaatkan untuk melawan penjajah Belanda yang dianggap melawan prinsip-prinsip demokrasi tersebut.
Pada saat yang sama, penjajah Belanda juga memanfaatkan ide atau gagasan demokrasi untuk mengkritisi sistem kepemimpinan tradisional di Indonesia, khususnya di Jawa.
BACA JUGA: Mengoreksi Pesta Demokrasi agar Tak Menyakiti Bumi
BACA JUGA: Seni Politik Hospitalitas: Berdemokrasi Tanpa Kegaduhan dan Kebencian
Perlu kita ketahui bersama bahwa sistem pemerintahan di Jawa selama ribuan tahun bertumpu pada feodalisme dan politik dinasti. Kepemimpinan bersifat diturunkan melalui jalur darah biru.
Hanya orang-orang yang memiliki hubungan darah dengan kelompok elite sebelumnya yang berhak mendapatkan limpahan warisan kepemimpinan. Baik raja-raja, bupati-bupati, maupun jabatan strategis lainnya merupakan jabatan yang diwariskan secara turun-temurun.
Perpindahan jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain hanya dimungkinkan melalui peperangan ataupun pemberontakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: