Aryo Adhianto Rilis Album Nol ke Mall, Refleksi Budaya Urban yang Muncul Akibat Fenomena Mal di Jakarta

Aryo Adhianto Rilis Album Nol ke Mall, Refleksi Budaya Urban yang Muncul Akibat Fenomena Mal di Jakarta

Aryo Adhianto Rilis Album Nol ke Mall, Refleksi Budaya Urban yang Muncul Akibat Fenomena Mal di Jakarta. Album Nol ke Mall karya Aryo Adhianto dibuat menggunakan sampling audio dari budaya populer serta rekaman lapangan dari berbagai mal ikonik di Jakarta-Wara Mustika-

Mal sering dianggap sebagai objek komersial monolitik yang penuh dengan transaksi. Tetapi dalam Nol ke Mall, Aryo mengajak pendengar melihat mal sebagai tempat yang mempengaruhi kehidupan sosial dan budaya di Jakarta.

Proyek album itu sebenarnya berawal dari kumpulan puisi dan infografis yang Aryo kerjakan sejak 2022, dan direncanakan akan terbit dalam bentuk zine pada akhir 2024.

BACA JUGA:Keren! ZEROBASEONE Suguhkan MV Good so Bad Layaknya Film Pendek di Album Baru Cinema Paradise

Harsya Wahono, direktur artistik label Divisi 62, serta Fandy Susanto, desainer grafis dari Tendency Zine, turut terlibat dalam pembuatan album itu. Baik dalam proses mixing, mastering, maupun desain cover.

Album itu dibangun dengan teknik desain suara yang berliku-liku. Menggunakan sampling audio dari budaya populer serta rekaman lapangan dari berbagai mal ikonik di Jakarta.

Vernakular suara yang dipilih meniru karakter replikatif dari mal itu sendiri. Menciptakan pengalaman imersif seolah kita memasuki dunia simulasi. Lirik-lirik yang disusun juga mencerminkan tempat-tempat hiperrealitas, tempat impian dan keinginan dijual dalam bentuk yang sempurna.

BACA JUGA:Emily Armstrong, Vokalis Baru Linkin Park Tuai Kontroversi, Diduga Terlibat Gereja Scientology

Aryo menyatakan, "Tata ruang mal yang sering kali tidak logis, ditambah dengan kerumitan politik dan isu lingkungan, menjadikan mal sebagai pengganti taman umum—sebuah ruang sosial yang menopang kebersamaan."

Senada dengan Aryo, Harsya menambahkan bahwa konsep non-place dari antropolog Marc Augé yang mengkategorikan mal sebagai ruang transien tanpa jiwa, juga perlu ditinjau kembali dalam konteks Jakarta.

Nol ke Mall mengajak kita terlibat dalam fenomena itu. Bukan hanya melalui ruang fisik tetapi lewat pengalaman sonik yang mendalam. Mal menjadi semacam realitas alternatif yang gemerlap, lebih memuaskan dan sempurna daripada dunia luar. Tempat kita bisa bernaung hingga malam tiba. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: