Sejarah, Mitos, dan Perayaan Festival Kue Bulan

Sejarah, Mitos, dan Perayaan Festival Kue Bulan

Orang-orang membakar dupa saat mereka berdoa di Kuil Lama selama Festival Pertengahan Musim Gugur di Beijing pada 17 September 2024.-GREG BAKER / AFPAnthony WALLACE / AFP-

Kala itu, di Tiongkok kuno, cuaca selalu panas. Sebab, di langit ada 10 matahari. Dengan kemampuan memanahnya, Hou Yi menembak sembilan matahari. Sehingga, yang tertinggal hanya satu matahari. Cuaca pun kembali normal.

Kaisar yang berbahagia kemudian menghadiahkan ramuan keabadian untuk Hou Yi. Beberapa versi juga menyebutkan bahwa rakyat mengangkat Hou Yi menjadi kaisar.

Nah, karena ramuan itu hanya cukup untuk satu orang. Hou Yi memilih menyimpannya. Ia tidak mau menjadi sosok abadi karena tidak kuat membayangkan jika suatu saat Chang’e menjadi tua dan meninggal.

Pada akhirnya, justru Chang’e yang meminum ramuan keabadian tersebut. Ada beberapa versi soal ini. Yang pertama, Chang’e penasaran dan tergoda ramuan keabadian itu.

Versi kedua, ada salah seorang murid Hou Yi yang berniat mencuri ramuan tersebut. Karena Chang’e tak mau ramuan tersebut jatuh ke tangan yang salah, dia berinisiatif minum ramuan itu.

Setelah itu, Chang’e pun menjadi makhluk abadi. Dia terbang ke langit dan bertakhta menjadi bulan.

Hou Yi pun sangat sedih. Ia berduka. Sejak itu, ia hanya bisa memandangi sang istri dari jauh saat Chang’e menampakkan diri menjadi bulan purnama. Dan rasa rindu Hou Yi sedikit terobati saat bulan purnama mewujud sangat terang, sangat bundar, ketika pertengahan musim gugur. Sejak itulah Festival Musim Gugur dirayakan sebagai festival yang menyatukan keluarga-keluarga di Tiongkok.

Perayaan Festival Kue Bulan

Yang tidak pernah terlewat dari Festival Kue Bulan adalah kue bulan itu sendiri. Di Indonesia, di kalangan warga suku Hokkian, kue itu disebut gwee pia atau tiong jiu pia.

Menurut beberapa cerita, kue itu begitu terkenal di zaman Dinasti Ming ketika ada pemberontakan Zhu Yuanzhang. Ketika melawan kerajaan Mongolia, Zhu minta para petani menyebarkan pesan rahasia dengan menyembunyikannya di dalam kue bulan.

Tetapi, kue bulan itu sejatinya adalah bentuk penghormatan kaum petani kepada Dewi Bulan setelah mereka menerima panen yang melimpah. Petani membuat kue yang berisi bulatan kuning telur utuh. Simbol bulan purnama. Itu adalah wujud rasa syukur para petani kepada Dewi Bulan.

Sampai saat ini, Festival Kue Bulan pun menjadi salah satu perayaan tradisi yang dilakukan warga Tionghoa di seluruh dunia. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: