Anak SMA Cabuli Anak SMP, Ditonton Anak SD

Anak SMA Cabuli Anak SMP, Ditonton Anak SD

ILUSTRASI anak SMA cabuli anak SMP di Demak, Jawa Tengah. Kejadian itu ditonton anak SD. Bahkan, anak SD yang berjumlah 5 orang itu ikut membantu pemerkosaan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dalam rekaman video yang beredar di medsos, saat itu terdengar bocah-bocah itu ketawa cekikikan. Ada suara bocah laki-laki yang diduga pemegang kamera HP sedang merekam. 

BACA JUGA: Kasus Pencabulan Santriwati Berulang, Kemenag : Pengasuh Pesantren Wajib Paham Aturan

BACA JUGA: Tersandung Kasus Pencabulan, Izin Pesantren Al-Minhaj Dicabut Kemenag

Bocah pemegang kamera itu mengatakan: ”Nggak saya video… Nggak saya video, kok.” 

Namun, rekaman video sedang berlangsung dan ditonton publik di medsos. Jadi, bocah perekam berkata begitu mungkin bertujuan supaya korban tidak takut. Kenyataannya, tampaklah adegan pemerkosaan.

Beberapa saat kemudian, bocah perekam video bicara lagi: ”Nih, saya kasih lampu, lho (lampu HP) malah kok nggak bisa, ya…”

Selama pemerkosaan berlangsung, bocah-bocah itu menyoraki dengan girang. Mereka menganggap itu sebagai pertunjukan. 

Polisi sudah memeriksa para saksi dan mengamankan barang bukti. Pelaku dijerat Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara, minimal 5 tahun penjara. Dalam kasus ini, tersangka cuma R.

Sangat memprihatinkan. Kasus semacam itu sering terjadi di Indonesia. Terus terjadi. Seolah tak tercegah. Sebagian besar justru tidak terpublikasi (tidak disebar ke medsos). Mengapa bocah-bocah itu begitu sadis? Pertanyaan yang sulit dijawab. Sebab, belum ada riset tentang itu di Indonesia.

Dikutip dari The Guardian, 26 Februari 2021, berjudul The trouble with boys: what lies behind the flood of teenage sexual assault stories?, diungkapkan, di seluruh dunia kasus sejenis juga terus meningkat jumlahnya. Di situ dikutip hasil beberapa riset tentang itu.

Di Australia kasusnya bervariasi. Anak laki-laki memerkosa anak perempuan. Ada anak laki-laki yang memaksa anak perempuan melakukan seks oral. Anak laki-laki memerkosa anak perempuan secara anal. Anak laki-laki menyerang pacar mereka. Anak laki-laki menyerang seksual anak perempuan yang tidak sadarkan diri. Sebagian dari aneka kejadian itu direkam video, disebar di medsos, viral. Dan, viral karena penonton senang.

Anehnya, tidak seorang pun di usia remaja yang terkejut dengan hal itu. Seperti dikatakan seorang gadis: ”Sebagian besar teman saya telah diperkosa, diserang secara seksual, atau menerima perhatian seksual yang tidak diinginkan saat kami berada di kelas sebelas.”

The Guardian mengutip teori Prof Michael Salter, guru besar kriminologi di University of New South Wales, Australia, bahwa ada fase penting dalam perkembangan remaja (pria-wanita) saat identitas gender mulai terbentuk. Juga, ada pertanyaan penting tentang masa transisi anak laki-laki dari sekolah dasar ke sekolah menengah atas serta jenis teman sebaya yang terbentuk.

Prof Salter: ”Pada usia itu, mereka menjadi sangat terpisah secara gender. Kemudian, menjadi militan terhadap norma gender. Dalam banyak kasus, anak laki-laki secara aktif dicegah untuk melihat teman-teman sekolah perempuan mereka sebagai manusia (sepertinya ini kalimat lebay). Itu adalah kegagalan total empati dan kegagalan melihat seorang anak perempuan sebagai manusia.”

Di kalimat lebay itu, mungkin, Salter bertujuan memberikan tekanan atraktif, supaya masyarakat –khususnya para ortu– waspada. Meskipun, hal tersebut cenderung bias gender.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: