Ikhtiar Langit di Kasus Vina Cirebon
ILUSTRASI ikhtiar langit di kasus Vina Cirebon. Sementara itu, mantan Kabareskrim Susno Duadji menyatakan berkali-kali bahwa kasus Vina bukanlah pembunuhan, melainkan kecelakaan tunggal.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA: Kasus Vina Cirebon Mau Dibawa ke Mana?
Dari kesalahan awal itu, kesalahan berlanjut pada proses selanjutnya. Sampai ditetapkan delapan tersangka: Saka Tatal, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana. Saka Tatal akhirnya divonis delapan tahun empat bulan penjara karena saat kejadian ia berstatus anak (usia 16 tahun).
Saka bebas hukuman pada April 2022. Tujuh lainnya (yang saat kejadian berusia 18 tahun ke atas) divonis penjara seumur hidup. Kini mereka masih dipenjara.
Susno: ”Tampak jelas, entah sengaja atau tidak, adanya keteledoran atau ketidakmampuan aparat penegak hukum. Baik penyidik, jaksa penuntut, maupun hakim pada peradilan tingkat pertama. Lalu, pengadilan tingkat banding, pengadilan tinggi. Bahkan, di peradilan tingkat kasasi, sangat mengecewakan.”
Maksudnya, perkara pembunuhan Vina-Eky sudah inkrah. Dari vonis di pengadilan negeri sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung, yang menguatkan vonis pengadilan negeri.
Kemudian, delapan terpidana itu mengajukan permohonan kembali (PK) karena ada novum berupa: para saksi mencabut kesaksian mereka. Rangkaian sidang PK digelar di Pengadilan Negeri Cirebon. Sidang terakhir PK pada 4 Oktober 2024. Selanjutnya, tinggal menunggu putusan Mahkamah Agung (MA).
Kelanjutan perkara itu cuma ada dua kemungkinan. Seumpama, kelak MA menerima permohonan PK, perkara pembunuhan itu batal demi hukum. Konsekuensinya, tujuh terpidana seumur hidup bebas murni.
Seandainya MA menolak, berarti menguatkan putusan pengadilan negeri. Atau, kasus itu tetap jadi perkara pembunuhan seperti sekarang dan para terhukum tetap melanjutkan hukuman penjara seumur hidup.
Dua kemungkinan tersebut sama-sama negatif. Kalau batal demi hukum, berarti ada kesalahan berjenjang. Mulai kesalahan penyidik Polres Cirebon, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Cirebon, jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (karena perkara ini naik banding), hingga hakim agung di MA (tingkat kasasi).
Mungkinkah MA menerima PK para terpidana itu?
Sebaliknya, jika PK ditolak MA, perkara itu tetap seperti sekarang. Padahal, sejak film berjudul Vina, Sebelum 7 Hari beredar di bioskop mulai 8 Mei 2024, kasus itu dihebohkan terus-menerus. Banyak tokoh yang menyatakan, kasus itu bukan pembunuhan, melainkan kecelakaan lalu lintas. Pernyataan tersebut didukung warganet di medsos.
Terbaru, Komnas HAM mengumumkan, ada tiga pelanggaran HAM. Diumumkan Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing pada Senin, 14 Oktober 2024.
Pertama, berdasar keterangan yang dikumpulkan Komnas HAM, para terpidana tidak didampingi pengacara saat menjalani pemeriksaan awal penyelidikan dan penyidikan di Polresta Cirebon.
Uli: ”Hal ini terkonfirmasi, berdasarkan putusan sidang etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polresta Cirebon pada sekitar Maret 2017.”
Kedua, Komnas HAM menemukan pelanggaran atas hak para terpidana bebas dari penyiksaan. Para terpidana mengaku mengalami penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi dalam proses penahanan di Polresta Cirebon. ”Hal itu terkonfirmasi berdasarkan putusan sidang etik Bidpropam Polda Jabar dan Sie Propam Polres Cirebon pada sekitar Maret 2017,” kata Uli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: