Hartono Leke, Maestro Tari Bujang Ganong (2): Tuntutan Fisik Penari Bujang Ganong

Hartono Leke, Maestro Tari Bujang Ganong (2): Tuntutan Fisik Penari Bujang Ganong

Hartono Leke, Maestro Tari Bujang Ganong (2): Tuntutan Fisik Penari Bujang Ganong. Sosok Hartono Leke, maestro tari bujang ganong. Baginya, seorang penari bujang ganong harus memiliki fisik yang kuat.-Boy Slamet-HARIAN DISWAY

Dulu, seorang pemeran Bujang Ganong harus memiliki fisik dan mental yang kuat. Tak hanya berakting sebagai sosok pemberani, nyalinya memang harus diuji. Dalam pementasan aslinya, seorang bujang ganong memiliki piranti pementasan yang sulit.

BACA JUGA:Pertunjukan Reog di Surabaya Art and Culture Festival Hibur Penonton, Kelompok Seni Ingin Lebih Banyak Yang Nanggap

Dua bilah bambu setinggi 17 meter didirikan di kanan-kiri. Di bagian tengah dipasang seutas tali. Bujang Ganong harus mendaki bambu itu. Seperti kera yang lincah. Kemudian berayun di tali tersebut. Ayunannya, dalam sekali sentakan, mampu membenturkan ujung bagian atas kedua bambu tersebut. 

Suara-suara benturan itulah yang membuat penonton bersemangat. Ditambah kekuatan fisik pemeran Bujang Ganong. Bayangkan, setelah berakrobat sedemikian rupa, mereka melucu. Tentu stamina harus benar-benar prima. Terlebih mengatur napas ketika melawak.

"Kalau tidak diatur, tidak punya manajemen napas yang bagus, saat gejul bisa sambil menggos-menggos (terengah-engah, Red)," katanya. Itulah dua tahapan tari bujang ganong sebelum terciptanya kreasi Leke. Pertama, atraksi; kedua, melawak.

BACA JUGA:Dahlan Iskan Tinjau Monumen Reog Ponorogo: Sampung Bukan Lagi Gaplek dan Gamping


Hartono Leke, Maestro Tari Bujang Ganong (2): Tuntutan Fisik Penari Bujang Ganong. Hartono Leke berpose di atas kepala dadak merak reyog Ponorogo binaannya.-Hartono Leke-

Leke merasa dua tahap itu masih kurang. Ia pun mengembangkannya menjadi tarian. "Kalau dalam komposisi musik ada istilah intro. Itu yang saya kreasikan. Bujang Ganong menari dulu sebelum beratraksi. Tapi tak meninggalkan gerakan khasnya yang tegas, lincah, dan berani," ungkapnya.

Ia bangkit berdiri. Kemudian memeragakan gerakan kembangan. Yakni gambaran adegan ketika Patih Bujang Ganong menerima perintah dari Raja Kelono Sewandono untuk melamar Dewi Songgolangit. 

"Gerakan kembangan tetap menari. Tapi gesturnya patah-patah. Seorang patih perkasa ketika menerima perintah tentu akan menjalankannya tanpa ragu. Kemudian begini," ucapnya, sembari memeragakan gerakan menyembah atau mengatupkan kedua tangan. Tanda bahwa Bujang Ganong menerima perintah rajanya.

BACA JUGA:Gelar Purnama, Reog Ponorogo Pukau Pengunjung Taman Budaya Jatim

Kemudian, ia menelungkupkan telapak tangan kanan dan meletakkannya di atas alis. "Ini gerakan incengan. Mengawasi keadaan sekitar. Gambaran adegan ketika Bujang Ganong masuk hutan. Waspada terhadap mara bahaya," ungkapnya.

Gerakan selanjutnya adalah gestur tegas. Menari dengan enerjik. Itu disebut tumpang tali. Simbol keberanian menghadapi segala yang muncul dalam perjalanan. Gerakan terakhir adalah nyembah ten bumi. Menyembah bumi. Simbol bahwa tugasnya telah usai.

Itulah kreasi Leke. Pada masa kini, tari kreasinya itu banyak dikembangkan. Tapi antara reyog dulu dan sekarang, tentu ada bedanya. Reyog zaman dulu tak sekadar sebagai hiburan. Pemain reyog harus benar-benar melakukan penjiwaan dan totalitas. (Guruh Dimas Nugraha)

*Wiroso, wirogo, wiromo, baca seri selanjutnya...

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway