2024 Wenzao Ursuline Conference on Southeast Asian Studies ICSEAS (2-Habis): Ancaman Plutokrasi di Asia Tenggara

2024 Wenzao Ursuline Conference on Southeast Asian Studies ICSEAS (2-Habis): Ancaman Plutokrasi di Asia Tenggara

ILUSTRASI ancaman plutokrasi di Asia Tenggara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Di negara yang populis, kepentingan masyarakat umumnya ditempatkan sebagai prioritas utama oleh elite yang berkuasa. Namun, lain soal bila sebuah negara dipimpin elite politik yang hanya mementingkan kepentingan diri pribadinya dan mendahulukan kepentingan partai politiknya. 

Di negara mana pun, ketika masyarakat merasa terputus koneksinya dengan partai dan elite politik, yang terjadi bukan tidak mungkin ketidakpuasan dan bahkan aksi revolusi. Di negara yang masyarakatnya makin kritis, mereka umumnya tidak akan lagi mudah ditundukkan hanya oleh hegemoni dan tekanan kekuasaan. 

Wong menyatakan, dalam negara yang penguasa dan kekuasaannya makin absolut, bukan tidak mungkin yang akan muncul adalah resistansi masyarakat yang makin solid dan keras.

Di negara di mana kekuasaan hanya dikuasai segelintir elite politik, yang muncul niscaya adalah plutokrasi. Plutokrasi sebagai varian dari oligarki umumnya sulit ditumpas. Plutokrasi merujuk pada suatu sistem pemerintahan di mana kuasa politik dipegang individu-individu yang secara ekonomi kaya atau golongan elite ekonomi. 

Dalam konteks ini, kekayaan dianggap sebagai sumber utama kekuasaan dan keputusan politik acap kali dipengaruhi golongan kaya sebagai pemegang kekuasaan atau paling tidak orang-orang yang memiliki akses kuat pada sumber-sumber kekuasaan.

Plutokrasi berasal dari bahasa Yunani. Yakni, ploutos, dewa bangsa Yunani, yang berarti kekayaan atau kemakmuran dan kratos yang berarti kuasa atau pemerintahan. Plutokrasi umumnya identik dengan oligarki (pemerintahan oleh sekumpulan kecil) atau aristokrasi (pemerintahan oleh golongan bangsawan atau elite ekonomi). 

Di negara yang dikuasai predatory plutocracy, biasanya sulit diwujudkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sebab, negara lebih banyak didominasi kepentingan pribadi dari elite politik yang berkuasa.

Bukannya menyejahterakan masyarakat, di negara yang dikuasai predatory plutocracy, yang muncul justru meluasnya kemiskinan dan polarisasi sosial yang ujung-ujungnya akan melahirkan revolusi sosial. 

Pengalaman di banyak negara telah banyak membuktikan bahwa ketika kepentingan dan kebutuhan masyarakat dinafikan dan program pembangunan yang digulirkan menjadi santapan praktik korupsi dari elite politik yang rakuas, jangan heran jika yang terjadi adalah ketidakpuasan, bahkan perlawanan. 

Legitimasi pemimpin niscaya akan memudar bersamaan dengan tumbuhnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpin yang korup.

RELEVANSINYA BAGI INDONESIA

Bagi pemerintah Indonesia, tema yang diangkat dalam konferensi ICSEAS sangat relevan dan menarik untuk dijadikan tempat berkaca. Memasuki era pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, diakui atau tidak, ada banyak tantangan yang harus dihadapi. 

Sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia harus bersikap lebih proaktif menyikapi berbagai permasalahan yang muncul di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar keempat di ASEAN dan merupakan salah satu produsen barang konsumsi dan bahan mentah terbesar. Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan yang mendukung perdagangan bebas dan investasi di kawasan. 

Indonesia harus senantiasa turut dalam kegiatan negara-negara ASEAN agar bisa melakukan perdagangan internasional dan kerja sama internasional di berbagai aspek. Indonesia harus ikut berperan di ASEA, guna menciptakan kawasan negara yang stabil, aman, dan damai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: