Pilkada Jawa Timur 2024: Memahami Isu, Agenda, dan Kebijakan Strategis

Pilkada Jawa Timur 2024: Memahami Isu, Agenda, dan Kebijakan Strategis

ILUSTRASI Pilkada Jawa Timur 2024: Memahami Isu, Agenda, dan Kebijakan Strategis.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

PILKADA, selain menjadi pesta demokrasi, sesungguhnya adalah arena edukasi politik warga. Ia menjadi medium kontes ide, gagasan, dan program dari para kandidat. 

Pilkada yang berkualitas mensyaratkan adanya penguatan jumlah pemilih rasional. Jenis pemilih itu cenderung mempertimbangkan kualitas dari para kandidat.  

Dari studi perilaku memilih (voting behavior), kita bisa memahami bahwa variabel yang memengaruhi perilaku politik itu kian kompleks. 

BACA JUGA:Enam Kepala Daerah Petahana Terima Mandat dari PDI-P dan PAN untuk Pilkada Jawa Timur 2024

Mulai dari variabel sosiodemografis, psikologis, hingga rasional ekonomi politik. 

Dalam konteks masyarakat berkembang, tiga variabel itu biasanya menjadi variabel gabungan (omni) yang saling memengaruhi hingga menjadi pertimbangan bersama. 

Kompleksitas pertimbangan tersebut menjadi tantangan. Bagaimana agar para kandidat bisa menyuguhkan ide, gagasan, aksi melalui visi-misi dan program terukur dan bisa dipahami pemilih dengan baik.  

Keberadaan pemilih rasional sejauh ini masih menjadi tantangan. Namun, kita patut bersyukur karena jumlah pemilih ini terus meningkat signifikan dari pemilu ke pemilu. 

BACA JUGA:Golkar dan Gerindra Sepakat Bentuk Koalisi di Pilkada Jawa Timur 2024

Berturut-turut jumlah pemilih itu meningkat dari 18 persen pada Pemilu 2009 menjadi 22 persen pada pemilu 2014 dan menjadi 28 persen dalam pemilu 2019.

Pemilih rasional sangat memperhatikan pertimbangan objektif dari gagasan dan program aksi para kandidat. 

Oleh karena itu, kemampuan para kandidat dalam menggali, mengenali isu, merumuskan, membangun, dan menawarkan ide, gagasan, dan aksi menjadi perhatian serius pada pilkada 2024.

Apalagi, pada pilkada 2024, jumlah pemilih milenial akan mencapai separuh lebih dari jumlah pemilih kita, yakni mencapai 56 persen. Dari Jumlah itu, ada 7 persen pemilih baru dan 10 persen pemilih dewasa muda pascaremaja. 

Tentu saja itu menjadi tantangan berat karena jenis pemilih tersebut akan cenderung mempertimbangakan hal substantif dan bukan artifisial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: