Difabel Tanggap Bencana: Langkah Menuju Masyarakat Tangguh dan Inklusif

Difabel Tanggap Bencana: Langkah Menuju Masyarakat Tangguh dan Inklusif

ILUSTRASI difabel tanggap bencana: langkah menuju masyarakat tangguh dan inklusif.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dinas Sosial Jawa Timur membawakan materi tentang perlindungan sosial bagi korban bencana alam dengan menjelaskan tiga tahapan fase bencana yang dimulai dari prabencana, tanggap darurat bencana, hingga pasca bencana melalui program-program sosial yang merupakan bagian dari tugas Dinas Sosial Jawa Timur. 

Selaras dengan Dinas Sosial Jawa Timur, BPBD membawakan materi tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana dengan penjelasan tentang siklus dan strategi penganggulangan bencana. 

Terakhir, BKKKS secara eksplisit menjelaskan tentang tantangan dan peluang insan disabilitas terkait dengan kebencanaan dan memberikan sorotan bahwa kelompok difabel butuh banyak dukungan dan jangkauan dari berbagai pihak. 

Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat secara umum. Peserta kegiatan sangat antusias terlibat secara aktif dalam sesi diskusi dan tanya jawab tentang pengetahuan kebencanaan di sekitar mereka dan mengaitkannya dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing peserta.

MASYARAKAT INKLUSIF DALAM IMPLEMENTASI DAN REFLEKSI BERSAMA

Membangun masyarakat yang inklusif memang bukan perjuangan yang mudah dengan keberagaman komunitas yang ada dalam masyarakat. Namun, tidak berarti langkah tersebut tidak bisa dilakukan. 

Kegiatan pengabdian masyarakat ini merupakan salah satu upaya sisi akademisi menghubungkan jalan-jalan pembangunan menuju masyarakat yang tangguh terhadap bencana tanpa terkecuali. 

Antusiasme peserta tentang kondisi potensi bencana dan langkah-langkah pencegahan dan penganggulangan secara mandiri secara bertahap adalah titik awal untuk menjadikan seluruh bagian masyarakat berdaya akan diri sendiri. 

Tentunya berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik pemerintah, LSM, univeritas, komunitas, media, maupun masyarakat luas yang dapat menghapus stigma keterbatasan terhadap kelompok difabel dan diharapkan akin banyak kegiatan yang melibatkan komunitas difabel. 

Dengan demikian, proses dalam membangun masyarakat yang inklusif tidak mengabaikan kelompok rentan yang sering terabaikan. (*)


*)Lintang Wahyusih Nirmala adalah dosen antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.--

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: