Sustainable Financing Sektor UMKM, Peluang atau Tantangan?

Sustainable Financing Sektor UMKM, Peluang atau Tantangan?

ILUSTRASI sustainable financing sektor UMKM, peluang atau tantangan?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Memacu UMKM Go International: Kolaborasi Mahasiswa dengan Kantor Bea Cukai Gresik

BACA JUGA:Pemberdayaan UMKM dan Perlindungan Konsumen

Sektor UMKM sebenarnya memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasar data dari Kementerian Keuangan 2023, setidaknya terdapat 64,2 juta unit bisnis sektor UMKM yang kemudian berkontribusi sekitar 61,9 persen terhadap PDB dan 97 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. 

Selain kontribusinya yang besar pada PDB dan penyerapan tenaga kerja, sektor UMKM juga memiliki nilai berkelanjutan karena lebih sedikit limbah yang dihasilkan jika dibandingkan dengan aktivitas bisnis perusahaan besar. 

Dari data Kamar Dagang dan Industri (Kadin), tren pertumbuhan UMKM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hanya, di saat pandemi Covid-19 pada 2020 mengalami fase pertumbuhan negatif. 

BACA JUGA:Thrifting: Memukul atau Memikul UMKM

BACA JUGA:Digitalisasi UMKM dan Ancaman Resesi Global

Dalam kurun lima tahun terakhir terdata, tahun 2019 UMKM yang tumbuh sebanyak 65,47 juta (1,98%), tahun 2020 sebanyak 64 juta (-2,24%), pada 2021 terdapat 65,46 juta (2,28%), tahun 2022 tumbuh lambat 65 juta (-0,70%), pada 2023 bergerak naik menjadi 66 juta (1,52%).  

Pada 2023, usaha industri mikro kecil (IMK), sebagai bagian dari UMKM, tumbuh positif di setiap triwulan, dengan rataan pertumbuhan naik sebesar 2,55 persen. Selama tahun 2023, usaha IMK mencatatkan kinerja yang impresif melalui tren angka pertumbuhan positif. 

Di Pulau Jawa (Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur), pertumbuhannya positif stabil sepanjang 2023. Sementara itu, di luar Pulau Jawa, 19 provinsi juga relatif stabil dengan pertumbuhan positif. 

Fenomena tersebut mencerminkan perbandingan antarwilayah, aktivitas usaha IMK di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa meningkat sejalan dengan perbaikan perekonomian Indonesia selama beberapa kurun tahun terakhir.

Menurut rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2015–2019 pada 5 Desember 2014. 

Panduan itu berisi rencana kerja program keuangan berkelanjutan yang akan diterapkan industri jasa finansial yang berada di bawah pengawasan OJK, termasuk industri perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank (IKNB). 

Ada beberapa tujuan program keuangan berkelanjutan di Indonesia. 

Pertama, meningkatkan ketahanan dan daya saing lembaga jasa keuangan (LJK) sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Ketahanan terkait dengan kemampuan manajemen risiko yang lebih baik, sedangkan daya saing terkait dengan kemampuan LJK untuk melakukan inovasi produk/layanan yang ramah lingkungan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: