Kontestasi Politik 2024: Quo Vadis Isu Ekologi dan Politik Hijau
ILUSTRASI Kontestasi Politik 2024: Quo Vadis Isu Ekologi dan Politik Hijau. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Darurat Iklim Memanggil Pemimpin Berkecerdasan Ekologis (2): Kampanye Bertema Lingkungan
BACA JUGA:Darurat Iklim Memanggil Pemimpin Berkecerdasan Ekologis (1): Menuju Green Leadership
Paling tidak, kontestasi politik bisa memberikan bekal agar kepala daerah memiliki komitmen kuat terhadap isu ekologi keberlanjutan. Dengan demikian, hal itu harus bisa dipastikan dan dikawal agar mendapatkan perhatian serius di level kebijakan politik sehingga pembangunan lingkungan akan terkawal dengan baik.
Sebab, bagaimanapun, pembangunan tanpa memperhatikan aspek lingkungan akan mengalami degradasi alam yang parah (Wahyu Eka S, 2024). Artinya, kita egois, selfis tidak memikirkan masa depan generasi kita.
EKOLOGI DAN IMPLEMENTASI CARBON TRADING GLOBAL
Dalam beberapa tahun terakhir, upaya menjaga ekologi dunia dan nasional mulai digalakkan. Bahkan, perdagangan karbon (carbon trading) telah menjadi topik hangat dalam agenda politik global sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca guna menekan laju perubahan iklim.
Perdagangan karbon memungkinkan negara atau perusahaan untuk membeli dan menjual izin emisi karbon, menciptakan insentif bagi pihak-pihak untuk mengurangi emisi mereka, dan menghasilkan dana untuk proyek-proyek ramah lingkungan.
Menurut data dari World Bank dan Climate Watch 2020, Indonesia adalah negara dengan emisi karbon terbesar ke-8 di dunia, dengan emisi lebih dari 600 juta ton CO₂ per tahun. Mayoritas emisi itu berasal dari sektor energi dan perubahan penggunaan lahan, terutama deforestasi.
Jika emisi itu terus meningkat, Indonesia tidak hanya berkontribusi besar terhadap perubahan ekstrem iklim global, tetapi juga akan mengalami dampak buruk. Misalnya, peningkatan suhu, cuaca ekstrem, dan naiknya permukaan air laut.
Indonesia kini berada pada posisi strategis dalam perdagangan karbon di Asia Tenggara. Kita memiliki kekayaan hutan tropis yang luas dan memiliki potensi besar dalam menyerap karbon dunia.
Dengan kawasan hutan tropis seluas sekitar 125,9 juta hektare, Indonesia berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim melalui kemampuan alamiahnya untuk menyerap karbon.
Isu-isu lingkungan, terutama perdagangan karbon, sejauh ini belum menjadi fokus perhatian masyarakat. Banyak masyarakat yang belum memahami manfaat dari sistem perdagangan karbon sehingga belum menjadi isu publik yang urgen untuk diperjuangkan.
Komitmen Indonesia dalam nationally determined contributions (NDC) adalah menurunkan emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan hingga 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Namun, dengan kebijakan saat ini yang kurang terarah, pencapaian target itu masih diragukan.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah peran para politikus yang masih mengabaikan isu tersebut dalam prioritas kebijakan regulasi nasional. Isu dan agenda itu masih dianggap belum penting sehingga kerap absen dalam pembahasan agenda politik nasional.
Fakta lain menunjukkan, generasi Z dan milenial sangat concern terhadap isu lingkungan. Menurut penelitian Indikator Politik dan Yayasan Indonesia Cerah, tahun 2021, sebanyak 82 persen dari 4.020 responden yang terdiri atas generasi Z dan milenial menganggap isu pencemaran lingkungan sebagai masalah serius yang membuat mereka merasa khawatir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: