Kemitraan Strategis Indonesia-Tiongkok

Kemitraan Strategis Indonesia-Tiongkok

ILUSTRASI Kemitraan Strategis Indonesia-Tiongkok. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

KUNJUNGAN resmi pertama Presiden Prabowo Subianto ke luar negeri adalah ke Tiongkok pada 8–10 November 2024. Dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Xi Jinping, Prabowo menegaskan bahwa Tiongkok tidak hanya kekuatan global besar, tetapi juga peradaban yang telah berabad-abad terhubung dengan Indonesia

Dalam dinamika geopolitik dan geoekonomi saat ini, kemitraan strategis Indonesia dan Tiongkok di tingkat bilateral, regional, dan multilateral diharapkan dapat menciptakan suasana kondusif, terutama di kawasan Asia.

Kedua negara mengeluarkan empat belas pernyataan bersama (joint statement) guna memperkuat kemitraan strategis komprehensif. Dua di antara empat belas pernyataan bersama itu menarik perhatian banyak kalangan di Indonesia. 

BACA JUGA:Persahabatan Indonesia-Tiongkok Makin Kokoh

BACA JUGA:Kerja Sama Proyek OBOR antara Indonesia-Tiongkok

Pertama, pernyataan kesembilan menyerukan penciptaan lebih banyak ”titik terang” dalam kerja sama maritim, termasuk wilayah klaim tumpang tindih di Laut China Selatan (LCS) atau Laut Natuna Utara menurut penamaan Indonesia. 

Kedua negara sepakat untuk mengeksplorasi dan memajukan pengembangan bersama di wilayah klaim yang tumpang tindih dengan membentuk Komite Pengarah Antar-Pemerintah. Komite itu akan bekerja berdasar prinsip saling menghormati, kesetaraan, saling menguntungkan, fleksibilitas, pragmatisme, dan konsensus, sesuai hukum nasional masing-masing.

Kedua pihak juga menegaskan bahwa kerja sama tersebut sejalan dengan kerangka regional seperti Deklarasi Tata Berperilaku di Laut China Selatan (Declaration on the Conduct Parties in the South China Sea/DOC) dan kode etik (code of conduct/COC) untuk memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu.

BACA JUGA:Indonesia-Tiongkok Sepakat Memperkuat Belt and Road Initiative

BACA JUGA:Indonesia-Tiongkok Mitra Bisnis Sekaligus Sahabat

Kedua, pernyataan kesepuluh memperkenalkan pilar kerja sama baru dalam pertahanan dan keamanan. Kerja sama sebelumnya dikenal dengan empat pilar, mencakup bidang ekonomi, budaya, maritim, dan infrastruktur. 

Pilar kelima menambahkan ruang lingkup kerja sama, termasuk pemberantasan terorisme, pencegahan kejahatan lintas negara, pelatihan militer dan sipil, tanggap bencana, dan keamanan maritim.

KEDAULATAN DAN HAK BERDAULAT DI LAUT

Menurut UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut), ada lima zona maritim yang diakui. Yaitu, laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), laut lepas, zona tambahan, dan perairan pedalaman. Kedaulatan penuh suatu negara hanya berlaku di perairan pedalaman dan laut teritorial hingga 12 mil laut dari garis pangkal pantai. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: