Program Tanah Koruptor untuk Perumahan Rakyat

Program Tanah Koruptor untuk Perumahan Rakyat

Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Maruarar Sirait, mengusulkan agar tanah sitaan dari kasus korupsi dapat digunakan untuk membangun perumahan rakyat.-Anisha Aprilia-

Program tiga juta rumah yang dibawa Prabowo menjadi momentum penting ketika Indonesia saat ini mengalami masalah backlog perumahan alias kesenjangan rumah terbangun dengan yang kuantitas unit yang dibutuhkan warga. 

Angka backlog perumahan Indonesia masih begitu tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2023 angkanya mencapai 12,7 juta unit. Naik dari 2022 yang saat itu berada di level 11 juta unit. 

Angka tersebut menunjukkan kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau untuk masyarakat berpotensi meningkat jika tak dilakukan intervensi. 

Dengan adanya kondisi di atas, program tiga juta rumah merupakan langkah terobosan sebagai upaya memperkecil gap backlog perumahan. 

Kendati demikian, mengingat angka ketersediaan unit hunian yang tidak kecil yang dijanjikan, pemerintah perlu mengantisipasi hal-hal fundamental sebelum merealisasikan program tiga juta rumah. 

Pertama, masalah pendanaan program pembangunan rumah murah. Jangan sampai program rumah murah memicu pembengkakan dana APBN yang sudah disepakati sebelumnya. 

Sebagaimana yang terjadi pada pembangunan IKN yang sebelumnya disepakati tidak menggunakan dana APBN. 

Kedua, skema kepemilikan dan pembayaran rumah murah dari debitur yang seperti apa yang tidak memberatkan konsumen. 

Kekhawatiran sejumlah pihak akan potensi munculnya pembayaran macet dari para debitur perlu diantisipasi sehingga tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. 

Selain itu, masalah krusial yang berpotensi muncul adalah soal skema pembayaran yang dibebankan kepada masyarakat. Jangan sampai ketersediaannya tidak sebanding dengan keterjangkauan masyarakat memenuhi kredit perumahan. 

Maka itu, perlu ada skema bantuan atau subsidi yang bisa mendukung program itu. 

Ketiga, pemerintah perlu mempertimbangkan aspek keterjangkauan. Salah satu faktor backlog perumahan karena masyarakat tidak mampu menjangkau harga perumahan. 

Artinya, dari sisi suplai, harus dipertimbangkan segmentasi konsumen, yaitu kelompok masyarakat menengah ke bawah. 

Di segmen tersebut, kebutuhan akan rumah murah relatif cukup tinggi, akan tetapi perlu adanya insentif dan strategi bagaimana program rumah murah mampu menjangkau target yang diinginkan. 

Keempat, pentingnya mempertimbangkan lokasi rumah subsidi. Faktor itu sangat penting untuk dicermati agar tidak mengulang kegagalan program penyediaan rumah murah era pemerintahan sebelumnya. Yaitu, demi mencapai harga perumahan terjangkau, aspek lokasi terabaikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: