Kotak Kosong Simbol Pelecehan Demokrasi, Ambang Batas Harus Dihapus
diskusi dengan tema pilkada dan kotak kosong yang digelar di auditorium Gedung Kuliah Bersama (GKB) Universitas Pembangunan Negara (UPN) "Veteran" Jawa Timur, Senin, 25 November 2024.-Angelita Ariko Pinkan/Harian Disway-
"Secara sosial, ada beberapa kelompok yang merasa tertekan dan terintimidasi ketika menyampaikan sikap politik. Seharusnya, ini dilindungi," jelasnya.
Dia menambahkan bahwa di ranah politik, kelompok ini tidak memiliki kekuatan karena minimnya dukungan. Kemudian, secara ekonomi, mereka tidak memiliki sumber daya untuk mengampanyekan gerakan kotak kosong.
“Kelompok kotak kosong ini adalah kelompok yang betul-betul termarjinalkan, minoritas, yang keberadaannya tidak diakui oleh regulator. Artinya, mereka betul-betul terabaikan," tegasnya.
Dr. Catur juga mencatat bahwa keberadaan kelompok ini di media sosial pun seringkali tertekan oleh dominasi narasi dari kelompok mayoritas.
"Artinya, secara realitas maupun dunia maya, mereka ini tetap timpang. Masih tidak bebas juga, tertekan. Perlawanannya memang tidak berimbang," imbuhnya.
Dr. Catur berharap ke depan agar tidak ada lagi kotak kosong dalam pemilu. Ia menyarankan agar ambang batas dihapus atau diturunkan dan menggarisbawahi perlunya fasilitas yang adil bagi kotak kosong agar tidak diperlakukan sebagai entitas yang tanpa wujud.
"Jika ada kotak kosong, itu harus difasilitasi secara adil seperti paslon yang ada," tutur dia. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: