Kotak Kosong Simbol Pelecehan Demokrasi, Ambang Batas Harus Dihapus
diskusi dengan tema pilkada dan kotak kosong yang digelar di auditorium Gedung Kuliah Bersama (GKB) Universitas Pembangunan Negara (UPN) "Veteran" Jawa Timur, Senin, 25 November 2024.-Angelita Ariko Pinkan/Harian Disway-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak digelar dua hari lagi. Di Surabaya, juga empat daerah lainnya; Gresik, Pasuruan, Trenggalek, dan Ngawi, hanya diikuti calon tunggal.
Anda sudah tahu, calon tunggal pada pilkada serentak di lima daerah itu tidak akan berkompetisi. Mereka sekadar melawan kotak kosong.
Fenomena kotak kosong ini pun menjadi refleksi bagi para akademisi, mahasiswa dan para pihak yang pro terhadap demokrasi.
Di auditorium Gedung Kuliah Bersama (GKB) Universitas Pembangunan Negara (UPN) "Veteran" Jawa Timur, para akademisi dan mahasiswa berkumpul untuk berdiskusi membincangkan fenomena kotak kosong, pada Senin, 25 November 2024.
Diskusi publik itu mengangkat tema "Kotak Kosong dan Demokrasi dalam Big Data". Tema itu menciptakan refleksi mendalam: Apa yang Salah dengan Demokrasi kita?
BACA JUGA:Ramai Ajakan Nyoblos Kotak Kosong dan Makan Kenyang di Grup WA, Pemkot Surabaya Beri Klarifikasi
BACA JUGA:Relawan Kotak Kosong Desak Pilkada Surabaya Dihentikan, DPRD Segera Panggil Bawaslu dan KPU
Ada empat pembicara yang dihadirkan dalam diskusi publik itu. Tiga pakar komunikasi politik dan satu pakar politik. Antara lain, Guru Besar Ilmu Komunikasi Politik Unair Prof. Henri Subiakto, Wakil Rektor I Universitas Nahdlatul Ulama Prof. Kacung Marijan, Dekan Fisip UPN Jawa Timur Dr. Catur Suratnoaji, dan Guru Besar Komunikasi Politik dan kajian Media Universitas Brawijaya Prof. Anang Sujoko.
Bagi Prof. Henri Subiakto, fenomena kotak kosong ini merupakan sebuah kekurangan yang ada pada demokrasi negeri ini.
Menurutnya, kondisi ini mencerminkan adanya masalah mendasar dalam sistem politik yang ada.
"Demokrasi kita bermasalah lah gara-gara kotak kosong ini. Kalau kita ngomong aspirasi, masak sih tidak ada orang yang mau jadi wali kota. Berarti ada yang aneh, sistemnya bermasalah," katanya.
Pernyataan Prof. Subiakto menggugah kesadaran bahwa ketidakhadiran calon lain di Pilkada Surabaya menunjukkan suatu kekosongan aspirasi.
BACA JUGA:Pendukung Lakukan Protes, Bawaslu: Spanduk Kotak Kosong Bukan Alat Peraga Kampanye
BACA JUGA:Eri Cahyadi Tak Persoalkan Kampanye Kotak Kosong
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: