Analisis Motif Anak Bunuh Ortu di Lebak Bulus
ILUSTRASI Analisis Motif Anak Bunuh Ortu di Lebak Bulus.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
”Menurut kepala sekolah dan semua gurunya, tersangka anak berprestasi belajar bagus. Sehari-hari ia anak baik, sopan, penurut, tidak pernah ada catatan kenakalan. Hari ini kepala sekolah dan guru-gurunya datang ke polres, memberikan soal ujian sekolah, karena tersangka tetap boleh ikut ujian sekolah, berlangsung sepekan ini.”
Hasil tes urine MAS: Negatif narkoba dan miras. Semuanya baik-baik saja. Aneh.
Mas dikenai Pasal 338 KUHP, pembunuhan. Subsider Pasal 351 KUHP, penganiayaan. Subsider Pasal 44, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Terus, apa motifnya?
Prof Kathleen M. Heide, guru besar kriminologi di University of South Florida, Tampa, Amerika Serikat (AS), adalah kriminolog spesialis pembunuhan anak terhadap ortu. Dia mengungkapkan secara jelas di CBS News, 26 Juli 2012, berjudul Q&A: Why kids kill parents. Di situ dikutip wawancara Prof Heide dengan CBS News.
Dia ditanya, apa yang mendorong Anda mempelajari khusus pembunuhan ayah oleh anak?
Dijawab: Saya mulai mengevaluasi pembunuh remaja pada awal tahun 1980-an. Beberapa dari remaja membunuh orang tua mereka. Ketika saya mendengar cerita dan menyelidiki latar belakang remaja yang membunuh ibu, ayah, atau kedua orang tua mereka, jelas bahwa kekerasan dan pengabaian anak berperan dalam memicu terjadinya pembunuhan ini.
Kasus anak-anak membunuh orang tua sangat berbeda dengan remaja membunuh dalam situasi lain seperti perampokan atau pencurian. Saya mendapati kasus anak muda yang membunuh orang tua mereka sangat mengganggu dan meresahkan.
Saya memutuskan untuk menulis buku pertama saya, Why Kids Kill Parents: Child Abuse and Adolescent Homicide (1992), setelah menerima panggilan telepon dari ”anak lelaki baik” yang membunuh ibu dan ayahnya.
Catatan menunjukkan bahwa kedua orang tuanya adalah pecandu alkohol dan menyiksanya selama bertahun-tahun.
Selama panggilan telepon, anak laki-laki itu berkata, ”Dokter Heide, seseorang harus menceritakan kisah tentang anak-anak seperti saya. Supaya anak lain tidak membunuh seperti saya.”
Heide menceritakan, jauh sebelum anak itu membunuh ortu, tiga petisi yang menuduh adanya penyiksaan ortu tersebut terhadap anak itu telah diajukan oleh badan layanan sosial negara bagian setempat.
Kemudian, atas putusan pengadilan, anak itu dipindahkan dari rumahnya ke rumah yayasan sosial milik negara. Untuk sementara. Sambil dilakukan evaluasi oleh aparat pemerintah terhadap ortu anak tersebut.
Kemudian, setelah aparat menilai ortu sudah berubah membaik, anak itu dikembalikan tinggal bersama orang tuanya lagi. Tetap dalam pengawasan petugas dinas sosial setempat. Semuanya berlangsung baik dan normal.
Sembilan bulan setelah petugas badan sosial mengakhiri pengawasannya, anak itu membunuh orang tuanya. Dia sedang dalam proses melarikan diri ketika konfrontasi yang mematikan itu terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: