Sejarah Martial Law di Korea Selatan, Dari Gwangju hingga Keputusan Kontroversial 2024

Sejarah Martial Law di Korea Selatan, Dari Gwangju hingga Keputusan Kontroversial 2024

para tentara yang mulai memasuki gedung majelis nasional--X @kimwawaa

Pengumuman ini memicu kegemparan di kalangan masyarakat, yang khawatir akan kembalinya kekuasaan militer dalam kehidupan sipil.

Keputusan tersebut dianggap kontroversial, terutama mengingat sejarah kelam hukum militer di Korea Selatan.

BACA JUGA:Johnny Somali, Youtuber asal AS Bakal Diadili di Korea Selatan karena Siaran Kontroversialnya

BACA JUGA:Korea Selatan Siap Merevisi Rencana Penerimaan Sekolah Kedokteran yang Kontroversial

Ketua Partai Demokratik (oposisi), Lee Jae-myung, mengeluarkan pernyataan tegas yang menyerukan rakyat Korea Selatan untuk mengambil tindakan segera.

Ia menyampaikan, "Tolong datang ke Gedung DPR. Meskipun sudah larut malam, kamu, masyarakat, harus menjaga negara ini."

Lee juga menegaskan bahwa partainya, bersama anggota legislatif lainnya, berencana memveto darurat militer ini.

Namun, ia menyatakan kekhawatirannya bahwa Presiden Yoon mungkin akan menggunakan militer untuk menangkap anggota legislatif yang menentang keputusan tersebut.

BACA JUGA:Kenaikan Suhu, Kualitas Kimchi di Korea Selatan Terancam Turun

BACA JUGA:Korea Selatan Membuka Penyelidikan Terhadap Kasus Deepfake Telegram

Pernyataannya ini memperkuat urgensi bagi rakyat untuk bertindak dan mempertahankan tatanan demokrasi.

Kasus ini mengingatkan kita pada pentingnya menjaga demokrasi dan hak asasi manusia.

Martial law, meskipun terkadang diperlukan dalam situasi ekstrem, sering kali meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat yang mengalaminya.

Presiden Yoon Suk Yeol dari Korea Selatan mengumumkan darurat militer kemarin, menjadikannya deklarasi darurat militer pertama sejak tahun 1979.

BACA JUGA:Kebakaran Hotel di Korea Selatan, 7 orang tewas, 12 Lainnya Terluka

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: naver