Musik itu Dimainkan, Bukan Diarsipkan

Alat musik gamelan, warisan budaya yang harus terus dijaga di tengah era kecerdasan buatan.-Jean-Pierre Dalbéra-Flickr
HARIAN DISWAY - Kecerdasan buatan atau juga dikenal sebagai Artificial Intelligence (AI) harus menjadi pertimbangan besar bagi seniman tradisional. AI di bidang musik sudah menjadi tren baru di kalangan anak muda.
Cukup mengetikkan kata kunci seputar lirik, jenis instrumen yang dikehendaki, hingga tangga nada, seseorang bisa mendapatkan karya musik secara instan. Masyarakat awam yang tidak memiliki pemahaman seputar musik, bisa menghasilkan karya melalui AI.
Sebenarnya, teknologi yang bisa menghimpun suara seperti instrumen musik dalam satu sistem, telah ditemui dalam bentuk keyboard. Tetapi, masih perlu keterlibatan manusia dalam meramu nada-nada, jadi sebuah karya musik yang padu.
BACA JUGA: Memahami Kecanggihan Artificial Intelligence (AI) yang Menggerus Lapangan Pekerjaan
Bayangkan, elemen-elemen seperti angklung, kulintang, sasando, bisa direkam dengan presisi ke dalam AI, kemudian ketika pengguna ingin melibatkan elemen tersebut, cukup menggunakan ketikan jari, dan boom! Musik berelemen lokal bisa didapatkan.
Imam Fatah dan Aris Setyawan pada tulisannya berjudul Menyikapi Disrupsi Kecerdasan Buatan Melalui Musik dan Kearifan Lokal, mengungkapkan, dalam kasus gamelan bale ganjur, kecerdasan buatan (AI) dapat mengenali elemen-elemen musik seperti melodi, harmoni, ritme, tempo, dan birama dari ansambel tersebut, lalu menghasilkan musik yang mengikuti struktur karawitan Bali.
Namun, AI tidak dapat memahami makna kesakralan gamelan bale ganjur, yang sangat dihormati oleh masyarakat di Tenganan Pegringsingan. Dalam hal ini, terdapat aspek pengetahuan serta kearifan lokal yang hilang.
BACA JUGA: Era Baru Pemberedelan Musik dan Budaya
Kekhawatirannya adalah, jika kekayaan alat musik lokal direkam dalam sebuah sistem, kemudian penggunaannya bisa berlangsung secara massal, akibatnya ialah permainan musik tradisional menjadi terancam tidak dilestarikan.
Tidak perlu susah-susah belajar. Tidak perlu mahal berinvestasi memproduksi juga membeli alat-alat musiknya. Pada akhirnya, permainan musik lokal perlahan-lahan tidak diturunkan.
Padahal, dalam permainan musik tradisional bukan hanya belajar memainkan alat musiknya, tetapi juga memahami nilai-nilai filosofis yang ada di belakangnya. Jika siklus ini berhenti dan tergantikan, maka musik tradisional hanya akan berhenti sebagai arsip semata. Arsip yang bisa digunakan secara instan, tanpa memahami value dari permainan musiknya.
BACA JUGA: Jejak Evolusi Rekaman Musik Menuju Dominasi Aplikasi Pemutar Musik Modern
Bernilai Filosofis
Di dalam musik tradisional, histori dan kisah dari permainan alat musik tradisional justru menjadi kekuatan yang bisa dikembangkan. Henry Spiller (2004) dalam bukunya Gamelan-The Traditional Sounds of Indonesia, memaparkan bahwa angklung dalam sejarahnya punya nilai filosofis, khususnya di masyarakat Baduy, Jawa Barat.
Alat musik terbuat dari bambu, yang banyak ditemui di Indonesia ini, digunakan dalam konteks hiburan dan juga ritual. Dalam proses permainannya, sembilan angklung dengan berbagai ukuran, masing-masing disetel pada nada yang berbeda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber