Ramadan Kareem 2025 (18): Banjir yang Terundi

Ramadan ini datang dengan penuh keberkahan yang terbuka lebar. Disambut hadirnya gubernur baru meski berasal dari petahana yang telah dilantik 20 Februari 2024 lalu. --iStockphoto
Lamongan dan Gresik musti ancang-ancang waspada. Kejadian mengenaskan dan mendentum gelisah itu adalah yang tertoreh di titik koordinat tertentu terdapat Kabupaten yang bersentuhan dengan banjir.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (14): Momentum Bertahannuts
Sawah ladang dan hutan yang terbabat di Bojonegoro ataupun Pacitan, bahkan Bondowoso tentulah membuat perih dan jerit kegemparan lingkungan. Memang sering dialami bahwa banjir selaksa diundi dan longsor tersaji di belantara musim hujan.
Sebuah adegan yang selalu mengingatkan kembali tentang banjir yang menjadi “festival tahunan”. Semacam ada undian atas banjir yang berlangsung tahunan. Kondisinya tentu sehelaan napas dengan fenomena gundulnya hutan di kawasan pegunungan.
Memang banjir, kemacetan, dan ketimpangan distribusi pendapatan serta mencuatnya disparitas pembangunan yang menghasilkan kantong kesengsaraan, mustilah dicarikan solusi oleh Gubernur baru Jawa Timur.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (13): Perang Sarung
Waktu kinerja yang digaris dalam sekat-sekat 100 hari kini mendapati pekerjaan rumah yang menantang berupa cara mengatasi banjir yang merendam sawah, di kala urusan mudik juga perlu sentuhan.
Bahkan rumah-rumah di kampung-kampung yang terus mengalirkan seruan atas hadirnya penguasa. Pejabat dipilih dalam pemilihan tahun lalu dan yang diulang tahun ini, pastilah diharapkan ada perubahan besar untuk mengatasi banjir yang acap kali menyapa di kabupaten ataupun kita dimaksud.
Tidak hanya itu. Kini program-program MBG dan kasus bahan bakar minyak yang dioplos untuk selanjutnya menyeret pengusaha dan sejatinya semakin menyembulkan gelisah secara ekologis di kala kita disuguhi bencana banjir di banyak daerah.
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (12): Ramadan dan Ingatan Nareswari
Banjir bukanlah sebab dari permasalahan perkotaan, melainkan akibat saja dari penyalahgunaan ruang yang terhampar. Semua itu pelajaran bagi pemimpin agar peduli pada lingkungan. Siapa mengabaikan lingkungan dia akan memanennya.
Secara filsafati (natural philosophy), bencana banjir itu tidaklah ada dan muncul tiba-tiba, karena alam tidak mungkin membuat bencana. Alam hanya menyesuaikan dirinya atas laku manusia yang lalim.
Terutama kelaliman yang menggunakan kebijakan yang tidak environmental friendly. Bukankah dalam kita suci keagamaan (Islam) sudah dititahkan bahwa kerusakan di darat dan di laut itu akibat ulah manusia (Al-Qur'an, Ar-Rum ayat 41-42).
BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (11): Puasa Itu Asyik Aja
Pemimpin itu dihadirkan oleh rakyat dianggitkan tidak akan merusak lingkungan atau menyalahgunakan ruang. Pejabat mesti melakukan rembuk kelembagaan negara yang menghasilkan kebijakan berupa regulasi nasional dan daerah (dalam permusyawaratan/perwakilan) seperti yang diajarkan dasar negara Pancasila agar banjir dicegah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: