No Viral, No Justice: Media Sosial Menjadi Ruang Publik Baru di Era Digital
ILUSTRASI No Viral, No Justice: Media Sosial Menjadi Ruang Publik Baru di Era Digital.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Selain itu, pendekatan konstruksionis terlihat jelas: setiap individu atau kelompok yang terlibat dalam media sosial memilih dan menetapkan makna yang mereka anggap penting untuk disebarkan ke publik.
Dalam hal ini, bahasa dan media sosial menjadi alat untuk memberikan makna unik pada karya atau pesan yang disebarkan, sesuai dengan pendekatan intensional Hall.
Lebih jauh lagi, media sosial berfungsi sebagai ruang identitas budaya dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu dan kelompok dibentuk dan dibagikan, mencerminkan proses kebudayaan yang dijelaskan oleh Hall.
Di platform ini, orang-orang membangun kebudayaan digital yang meliputi cara berkomunikasi, nilai sosial, serta pandangan terhadap isu-isu sosial yang berkembang.
Representasi di media sosial juga melibatkan konstruksi identitas digital, yakni pengguna membentuk dan menunjukkan identitas mereka melalui unggahan, caption, komentar, dan interaksi online.
Proses itu sesuai dengan pendekatan konstruksionis Hall, yaitu makna dibangun oleh individu yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
Selain itu, media sosial berfungsi sebagai tempat untuk membagikan pengalaman bersama seperti gerakan sosial atau kampanye untuk membangun kesadaran, yang dapat mempengaruhi masyarakat secara luas.
Dalam hal ini, media sosial mencerminkan dinamika sosial yang ada dalam masyarakat, tetapi juga menciptakan makna baru dan mendorong perubahan sosial yang lebih besar, seperti melalui tren atau opini yang viral.
Media sosial mengubah cara kita melihat isu-isu sosial seperti ketidakadilan atau diskriminasi dan memengaruhi tindakan kolektif yang dapat mendorong perubahan.
Maka, fenomena pemanfaatan media sosial untuk menciptakan keadilan melalui konten viral itu menunjukkan bahwa media sosial selain menjadi publik baru di era digital, juga berfungsi sebagai ruang untuk membentuk dan menyebarkan representasi kebudayaan digital, serta bagaimana representasi itu memengaruhi perubahan sosial dalam masyarakat.
Hal tersebut relevan dengan pemahaman Hall tentang representasi sebagai alat yang tidak hanya menggambarkan kenyataan, tetapi juga berperan dalam menciptakan dan membentuk kebudayaan serta perubahan sosial.
Media sosial telah berkembang menjadi ruang publik baru yang memungkinkan representasi budaya, identitas, dan nilai-nilai sosial terwujud dalam kebudayaan digital. Melalui media sosial, isu-isu sosial seperti keadilan baru menjadi perhatian utama hanya ketika berhasil viral, mencerminkan pola no viral, no justice.
Representasi dalam media sosial bukan sekadar pantulan realitas, melainkan juga hasil konstruksi pengguna yang membentuk makna, norma, dan tindakan kolektif.
Dengan kekuatan viralitas, media sosial tidak hanya menciptakan wacana, tetapi juga mendorong perubahan sosial yang nyata, menjadikannya arena penting untuk memperjuangkan keadilan di era digital.
Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah pihak-pihak berwenang akan menjalankan tugasnya hanya ketika sebuah kasus viral dan menarik perhatian publik?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: