Ramadan Kareem 2025 (27): Terpanggil Kampung Halaman

Ramadan Kareem 2025 (27): Terpanggil Kampung Halaman

Memang Ramadan ini sangat mengukir kalbu penuh rindu. Mudik menjadi kata yang hambar nan hampa kalau sekadar disarankan melalui media digital. Pakai video call sangat tidak cukup. --iStockphoto

Atas gelegak turunnya daya beli rakyat itulah semua orang beradab dituntun tetap menjaga nalar sehat yang terawat tidak mudik dengan vulgar. Kenapa, karena ada yang telah berjalan dengan senyap.

Mudiknya diberangkatkan seperti kafilah. Anak istrinya disuruh mudik dengan metode khusus”. Alhamdulillah berhasil. Itulah mudiknya keluarga “kolega”. Bergiliran diboceng sepeda motor bututnya.
Bagi sebagian orang, mudik bukan pilihan yang mudah. Ada yang terkendala pekerjaan, kondisi keuangan, atau alasan lain yang membuat mereka harus tetap tinggal di kota. --iStockphoto

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (19): Ngaji Multifungsi TNI

Ada juga yang gelisah karena nggak bisa mudik. Nggak mudik bukan karena tidak ada dana. Melainkan tidak punya kampung halaman di desa. Mereka nggak mudik sebab terjebak di kota karena tinggal sendirian.

Kondisi ini mengaduk batinnya. Keteradukan yang bisa saja menjadi sangat “kelam” hingga tidak mampu lagi membedakannya dengan ajaran agama dan lamunan sosial. 

Telunjuk ungkapan yang beredar dan dapat dibaca siapa saja yang melewatinya, amatlah jelas, meski terkadang mudah dielak. Ramainya spanduk-spanduk seruan mudik gratis itu menunjukkan tingginya tingkat solidaritas warga dan wujud kesigapan.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (18): Banjir yang Terundi

Pun pesitiwa ini “menimbulkan produk kebijakan lintas negara”. Niat baik ini pastilah “tanda simpati” yang tidak elok untuk ditepikan. Terima kasihlah atas jasa mulia dari siapa pun dengan tetap menjaga marwah dan daulat kampung halamanmu.

Paling tidak dengan cara berkendaraan sambil membopong oleh-oleh sederhana. Ojok lali mudik ke kampung kelahiran. Marilah semua komponen di bulan Ramadan 1446 Hijriah ini meneduhkan hati umatnya dan bertindak bijak.

Semua tanpa menjejak ajaran agama dengan ekonomi yang melemah yang berkepanjangan. Emosi jangan dimobilisasi pada “pasar gelap” perkotaan. Kini mari disongsong Lebaran 1446 H dengan mudik bersama keluarga meski ini butuh biaya. (*)

*) Guru Besar Fakultas Hukum, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup-SDA MUI Jatim, dan Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: