20 Tahun Tsunami Aceh: Jejak Trauma di Pantai Selatan India
Maragathavel Lakshmi, seorang korban tsunami 2004, memegang potret putrinya, Yashoda, yang kehilangan nyawanya dalam bencana tersebut, saat wawancara dengan AFP di sebuah pemukiman yang dibangun untuk para korban tsunami di Nagapattinam, negara bagian Tam--AFP
"Hujan atau tornado, apapun peringatannya, saya akan berdiam diri di rumah karena takut," ucapnya.
Mohan, yang mengalami cedera parah akibat tsunami dan harus menjalani operasi untuk memasang pen pada kakinya, juga kehilangan ibunya dalam bencana itu. Ia terakhir kali melihat ibunya duduk di tepi laut ketika gelombang menghantam.
Bahkan ia tak mengenali jenazah ibunya akibat jasad yang bengkak dan rusak. Sampai sekarang Mohan tidak mengetahui bagaimana nasib ibunya.
"Apakah dia dimakamkan bersama korban lainnnya yang tak teridentifikasi? Atau tubuhnya masih di laut? saya tidak tahu" tuturnya.
BACA JUGA:Kunjungi Banda Aceh, Prabowo dan SBY Peringati 19 Tahun Tsunami Aceh
BACA JUGA:Implementasi GRC, Gerakan Etis Filterisasi Tsunami Teknologi AI
P. Mohan, seorang nelayan dan korban tsunami 2004, menunjukkan lokasi rumahnya yang terhanyut dalam bencana tersebut. --AFP
Mohan perlu waktu 10 tahun untuk melepas kepergian ibunya. Setiap tahun mereka melakukan peringatan untuk kejadian itu.
Sekarang, sebuah tembok laut yang terbuat dari beton dan bata, hasil puing-puing rumah yang hancur akibat tsunami, membatasi daratan dari laut.
Setiap hari, warga desa mengadakan doa di sebuah kuil yang didedikasikan untuk dewa Hindu yang dipercaya melindungi mereka dari laut. Karenanya Mohan kini menerima takdirnya. "Apa yang datang, akan datanglah," ujarnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: