Awut-Awut Megawati
ILUSTRASI Awut-Awut Megawati.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Megawati, Harapan Damai Semenanjung Korea
Megawati Soekarnoputri, supremo PDIP, termasuk tokoh politik yang tidak berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahasa Indonesia Mega sering campur baur dengan bahasa Jawa.
Beda dengan Jokowi yang irit bicara, Mega doyan omong. Apalagi kalau sudah pegang mik di depan kader-kader PDIP. Mega sering melantur ke mana-mana.
Di acara ulang tahun PDIP, Mega merundung Jokowi dengan menyebutnya tidak akan menjadi apa-apa kalau tidak ada PDIP. Ucapan itu, konon, membuat Jokowi sakit hati.
BACA JUGA:Perjuangan Megawati Mengawal Konstitusi
BACA JUGA:Megawati Singgung Polri Rekayasa Kasus Sambo hingga Cawe-cawe Pemilu
Konon pula, Iriana, istri Jokowi, meradang karena ucapan tersebut. Sang first lady pun membalas sakit hati dengan mendorong pencalonan Gibran sebagai wapres.
Ketika ditanya wartawan mengenai hal itu, Iriana mengacungkan dua jempol. Selama sepuluh tahun menjadi first lady, tidak pernah terdengar Iriana membuat pernyataan yang ”quotable”. Namun, acungan dua jempol itu dikutip dan ditafsirkan secara luas di mana-mana. Dua jempol itu bisa dinobatkan sebagai ”gesture of the decade”.
Jokowi sering disebut sebagai ”The Little Soeharto”. Gaya kepemimpinannya otoriter mirip Soeharto, tapi lebih halus dan ”subtle”. Mungkin Iriana juga bisa disebut ”The Little Tien Soeharto” karena sama-sama punya peran diam-diam di balik layar.
Presiden Prabowo Subianto juga bukan public speaker yang menarik. Pilihan diksinya sering tidak tepat. Jeda antarkalimat sering terlalu panjang. Saat debat presiden, ia mengkritik Anies Baswedan dengan menyebutnya ”omon-omon”.
Anies memang jago ”omon-omon”. Seharusnya ia terkena ”labelling” oleh ungkapan. Alih-alih, labelling itu malah menjadi senjata makan tuan bagi Prabowo. Setiap kali Prabowo membual dengan janji-janji politik, warganet menyebutnya sebagai ”omon-omon”.
Kaledioskop politik nasional 2024 tahun ini ditutup dengan ramainya kasus PDIP. Megawati menengarai bahwa kongres partainya tahun depan bakal diawut-awut. Kosakata ”awut-awut” itu jarang dipakai. Lebih sering muncul kata ”awut-awutan”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan, ”awut-awut” dari bahasa Jawa. Berarti, tidak mengikui aturan, sembarangan, berceceran, seenaknya saja. Awut-awut dilakukan melalui cawe-cawe.
Diksi cawe-cawe itu masih melekat kepada Jokowi dalam Pilpres 2024. Kemudian, lanjut di pilkada 2024. Kendati sudah pensiun, Jokowi masih aktif berkampanye. Ia meng-endorse belasan calon kepala daerah yang akan berkontestasi.
Karena cawe-cawe yang dianggap keterlaluan itu, Jokowi dipecat dari keanggotaan PDIP. Ketika wartawan meminta komentar, Jokowi berkomentar dengan diksi-diksi yang terbatas, ”partai perseorangan”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: