Awut-Awut Megawati
ILUSTRASI Awut-Awut Megawati.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ungkapan itu menimbulkan tafsir beragam. Ada yang menganggapnya sindiran kepada Megawati yang memperlakukan PDIP sebagai privat property, ’milik pribadi’. Ada pula yang menafsirkan bahwa Mega bertindak otoriter demi kepentingan perseorangan.
Mega dan Jokowi awalnya adalah pasangan ”ganda campuran” yang kelihatan kompak. Mega menyebut Jokowi sebagai ”petugas partai”. Ungkapan itu menjadi kontroversi karena dianggap mendegradasi lembaga kepresidenan di bawah lembaga partai.
Mega tetap keukeuh dengan diksi itu. Jokowi tetap petugas partai. Ganjar Pranowo yang dipilih sebagai calon presiden juga disebut sebagai petugas partai. Andai menang, Ganjar menjadi presiden petugas partai part two.
Mega mencurigai ”awut-awut” dilakukan melalui ”cawe-cawe”. Mega tidak menyebutnya secara terbuka. Tapi, publik tahu ke mana telunjuk Mega diarahkan.
Ben Anderson dalam Kuasa-Kata (2016) menyebutkan hubungan kekuasaan dengan kata-kata. Penguasa Indonesia sejak Orde Lama sampai Orde Baru memakai pola komunikasi politik tidak langsung. Hal itu masih berlangsung sampai sekarang.
Pengucapan simbolis merupakan komunikasi yang terjadi melalui perantara atau simbol yang memiliki makna tersendiri. Simbol itu sering diartikan berbeda oleh publik karena tidak ada penjelasan lebih lanjut dari simbol atau kata yang hanya sepenggal.
Proyek awut-awut sudah dimulai dengan penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap Harun Masiku. Dengan status tersangka –dan segera ditahan– Hasto tidak akan lagi bisa menjadi sekretaris jenderal PDIP. Tangan kanan Megawati sudah terpotong.
Itulah ujian paling hebat yang dihadapi PDIP dalam 25 tahun terakhir. Mega sudah terbukti gigih menghadapi awut-awut zaman Soeharto. Bisakah Mega bertahan menghadapi awut-awut part two itu? Tunggu tanggal mainnya. (*)
*)Pengajar ilmu komunikasi Unitomo, Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: