Kisah Jurnalis Foto Merekam Tragedi Tsunami Aceh, Dua Dekade Silam (2-habis): Semua Bingung di Tengah Bencana

Kisah Jurnalis Foto Merekam Tragedi Tsunami Aceh, Dua Dekade Silam (2-habis): Semua Bingung di Tengah Bencana

Foto Istimewa yang mendapatkan penghargaan Salon Foto Indonesia 2005. Foto di Jalan Diponegoro, Banda Aceh, itu menggambarkan orang yang selamat dan tidak selamat dalam bencana.-Boy Slamet-Harian Disway-

Yang luar biasa, kata Boy, adalah gerak cepat Korps Marinir bekerja sama dengan relawan dari luar negeri, khususnya tim Bomba, relawan pemadam kebakaran dari Malaysia. 

BACA JUGA:Mengenang Tsunami Aceh 2004, Titik Damai Indonesia dan GAM

BACA JUGA:20 Tahun Tsunami Aceh: Sirene Menggema di Masjid Baiturrahman, Kenang Nyawa yang Hilang di Seluruh Asia

Saat Boy melakukan pemotretan, ia melihat anggota Marinir menyiapkan alat berat. Mereka mengeruk tanah dan mengubur mayat secara massal. 

"Mereka bekerja tanpa henti, menggali tanah di lapangan Blang Padang. Mereka sangat cekatan," ujar alumnus STIE Dharma Putera, Semarang, itu.

Dari setiap jepretannya, pria berusia 52 tahun itu tidak hanya berusaha menangkap gambar. Tetapi juga emosi yang terpendam di dalamnya. Ia ingin dunia melihat dan merasakan apa yang terjadi di tempat ini. 

"Setiap foto yang saya ambil, bukan semata-mata sekadar mengangkat kamera dan menekan tombol shutter. Tetapi, harus ada komunikasi antara mata, hati dan objek. Sehingga foto itu menjadi cerita yang menggugah banyak orang," kata Boy.

Salah satu foto yang menyentuh hati adalah saat dirinya memotret seorang anak kecil yang dibopong orang tuanya. 

BACA JUGA: 20 Tahun Tsunami Aceh: Warga Berjuang Hilangkan Trauma, Histeris saat Menyangka Dunia Kiamat

BACA JUGA:26 Desember: Hari Peringatan Tsunami Aceh dan Pelajaran untuk Masa Depan

Dalam foto itu, ada latar belakang reruntuhan bangunan dan sebuah mobil Honda Jazz. Mobil itu masih baru. Belum ada plat nomor resmi. Di atas mobil, tampak satu mayat tergeletak.

"Foto itu menangkap esensi bencana. Ada yang selamat dan ada yang tidak selamat," ujarnya.

Karya itulah yang kemudian diganjar penghargaan medali emas oleh Salon Foto Indonesia XXVI pada 2005 di Batam.

Melihat kembali ke masa itu, Boy merasa lebih menghargai hidup dan pekerjaannya. Pengalaman itu mengajarkan dirinya untuk selalu siap, baik secara fisik maupun spiritual. "Kita harus siap meliput apa pun, termasuk kenyataan pahit di lapangan," tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: