Demokrasi Inklusif Pasca Penghapusan Presidential Threshold
ILUSTRASI Demokrasi Inklusif Pasca Penghapusan Presidential Threshold.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KETENTUAN mengenai ambang batas atau presidential threshold ini sudah lama menuai banyak kritik karena dianggap membatasi hak partai politik dan masyarakat dalam proses pencalonan presiden dan wakil presiden. Juga, mempersempit pilihan rakyat dalam pemilihan umum.
Secara keseluruhan total, telah ada sekitar 36 kali pengajuan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai upaya agar MK membatalkan pasal tentang presidential threshold. Namun, semua permohonan uji materiil tersebut ditolak MK.
PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM SISTEM PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Sebelum membahas putusan MK, penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu ketentuan terkait presidential threshold.
BACA JUGA:Mahfud Md: Presidential Threshold Selalu Merampas Hak Rakyat dan Parpol
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (selanjutnya disebut UU Nomor 7 Tahun 2017), yang mensyaratkan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Tujuan dari aturan itu awalnya untuk menyederhanakan sistem kepartaian dengan mengurangi jumlah calon presiden, menjaga stabilitas politik dengan mencegah terlalu banyak calon yang berkompetisi, dan mendorong koalisi partai politik sejak awal proses pencalonan.
Namun, pada kenyataannya, aturan itu telah menimbulkan kontroversi karena dianggap membatasi hak partai politik kecil dan membatasi pilihan rakyat dalam pemilihan presiden karena terbukti beberapa kali penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua atau atau pasangan calon saja.
BACA JUGA:Yusril: Pemerintah Siap Bahas Dampak Penghapusan Presidential Threshold untuk Pilpres 2029
Selain itu, prinsip kedaulatan rakyat dan demokrasi seakan-akan ”hanya” dibatasi angka 20 persen presidential threshold tersebut.
KEDAULATAN RAKYAT DAN PRINSIP DEMOKRASI
Dalam kajian hukum tata negara, beberapa prinsip fundamental yang harus diperhatikan adalah kedaulatan rakyat dan demokrasi konstitusional.
Menurut teori kedaulatan rakyat yang dikemukakan Jean-Jacques Rousseau, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara.
Dalam konteks negara Indonesia, kedaulatan rakyat itu tecermin dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan bahwa ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: