Cerita Diaspora oleh Mohammad Rozi (5): Melihat Islam di Perry Barr

Cerita Diaspora oleh Mohammad Rozi (5): Melihat Islam di Perry Barr

Mohammad Rozi (kiri) bersama salah seorang pengurus Masjid Saddam Hussein yang kemudian diganti menjadi Birmingjam Jamee Masjid. --Mohammad Rozi

Ada satu hal yang tak pernah terpikir sebelumnya selama di Inggris. Saya meyakini ini sebagai blessing. Berkah Allah dari langit. Selain mendapatkan better job dan menjamin pendidikan anak-anak, kami tinggal Perry Barr. Apa istimewanya? 

Perry Barr adalah kawasan kecil di Birmingham yang tak jauh dari pusat kota. Hanya sekitar 4 km. Untuk ke Aston University, tempat istri sekolah dan bekerja, hanya butuh naik bus kota sekitar 15 menit. Jika naik kendaraan pribadi tentu lebih cepat, sekitar 5-7 menit saja. 

Bisa dibilang Perry Barr ini salah satu kawasan muslim di Birmingham. Di sinilah kami banyak kenal dan bisa berinteraksi dengan sesama muslim. Mereka berasal dari berbagai bangsa. Tetangga sebelah kami muslim India. Di seberang jalan sana ada keluarga Pakistan.  

BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi (1): Gurihnya Merintis Jualan Tempe di Inggris

Kami juga kerap bertegur sapa dan bahkan berkawan baik dengan brothers dan sisters Nigeria, Sudan, Gambia, Jamaicka, Afghanistan. 


Kajian Al Isnad oleh Syaikh Ahsan Hanif di Greenlane Masjid, di kawasan Smallheath, Birmingham. --Mohammad Rozi

Saya pernah menghitung jumlah masjid di sekitar rumah kontrakan kami pada saat itu. Dalam radius sekitar 1 mil (equal 1,6 km) terdapat lebih dari 30 masjid. Banyak sekali, bukan. Saya sempat mengecek jumlah masjid di Wikipedia. Ternyata di Birmingham terdapat lebih dari 200 masjid.

Ini menunjukkan populasi muslim sangat melimpah. Bagi kami ini memberikan banyak kemudahan. Kami bisa menjumpai masjid di mana-mana, ketika diperlukan. Juga, terutama untuk beroleh makanan halal. Poultry, tempat menjual daging halal, bahkan kita bisa memilih-milih mana yang lebih murah dan lebih bersih.

BACA JUGA: Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi (3): Tinggalkan PNS Demi Better Job

Bertemu dengan saudara seiman tapi beragam latar belakang, membuat saya banyak belajar. Tentang kebiasaan, tentang tenggang rasa, menyikapi perbedaan mahzab. 

Di dekat rumah kontrakan kami dulu, misalnya. Ada dua masjid yang berjarak hanya 100 meter. Yang satu bermahzab Hanafi, satu lagi Syafi’i. Yang Hanafi dulunya dinamakan Masjid Saddam Hussein. Didirikan dengan bantuan dana saat Irak saat itu. Karena perang teluk, ada sentimen negatif terhadap masjid ini. Namanya kemudian diganti Birmingjam Jamee Masjid. 

Satunya lagi, yang bermahzab Syafi’i, namanya Masjid Al Falah. Didirikan oleh komunitas muslim India Gujareti. Saya jadi menduga, konon yang membawa Islam ke Indonesia adalah para pedagang muslim dari Gujarat India. Mungkin karena itu, Islam di Indonesia mayoritas bermahzab Syafi’i. 

BACA JUGA: Masjid Ikon Surabaya (26): Muslim Tionghoa Di Balik Berdirinya Masjid Cheng Ho

Saya sendiri saat itu seringnya ke Masjid Al Falah. Selain karena paling dekat dengan rumah, juga secara praktik ibadah, seperti biasa kita alami di Indonesia. Sedangkan di Masjid Hanafi, dalam tata caranya kadang-kadang kita jumpai hal yang tak biasa. Seperti pada salat tarawih maupun salat hari raya. 


Aisha, bungsu dari Mohammad Rozi yang mengikuti kegiatan Sultan of Fajr di Masjid Al Falah. --Mohammad Rozi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: