Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (5): Welcome, Negara Paling Bahagia!

Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (5): Welcome, Negara Paling Bahagia!

Mengajak istri dan anak mengunjungi Hanken School of Economics, kampus tempat Mushonnifun Faiz Sugihartanto menjalani studi S3.--Mushonnifun Faiz S

Setelah hampir 2,5 tahun istri saya fokus mengurus anak hingga harus resign dari pekerjaannya pada 2021, dia akhirnya mendapatkan pekerjaan impiannya. Bekerja di sebuah NGO Internasional bidang kesehatan. sebagai Koordinator Distrik Surabaya.

Dia begitu senang. Sebab dengan pindah ke Surabaya, perjalanan LDM kami berakhir. Ya, saya dan istri pada kurun waktu Juli 2023-Januari 2024 harus menjalani LDM Surabaya-Malang. Kala itu pertimbangannya begini: pada awal 2024 saya sudah akan berangkat melanjutkan kuliah S3, entah di negara mana, maka kami memilih LDM untuk bisa menabung lebih banyak. 


Mushonnifun Faiz Sugihartanto tengah mempresentasikan progress penelitian dalam Seminar Progress untuk Doctoral Researcher, di Hanken School of Economics.--Mushonnifun Faiz S

BACA JUGA:Cerita Diaspora dari Mohammad Rozi (3): Tinggalkan PNS Demi Better Job

Pada 26 Februari 2024, istri saya mulai masuk kerja. Menjalani bulan pertama di Surabaya dengan kondisi anak saya waktu itu pertama kali masuk daycare begitu banyak drama. Terlebih di Surabaya hanya ada kami bertiga. Keluarga kami semua ada di Malang.

Ada transisi yang tak mudah. Istri saya sudah lama menjadi ibu rumah tangga menjadi ibu pekerja. Saya sendiri tentu harus membagi tugas dengan istri yang tidak lagi bisa full-time mendampingi anak di rumah. 

Hingga hari itu tiba. Jumat, 1 Maret 2024. Tepat hari kelima istri saya masuk kerja. Selepas salat Jumat, sebuah email notifikasi masuk dengan judul ”offer of admission”. 

Saya sempat terdiam lama. Tidak berani membukanya. Setelah tenang dan menyendiri di salah satu ruang dosen di kampus, saya membukanya. Isinya menggembirakan: ”Congratulations! You’ have been offered admission in the following programme(s): Supply Chain Management and Social Responsibility, PhD Programme Hanken School of Economics, Helsinki. 

Saya kembali terdiam lama. Air mata itu jatuh dengan sendirinya. Jika memang ini akhir dari perjuangan pencarian S3, mengapa timing-nya sekarang? Mengapa jawaban dari perjuangan ini harus hadir di saat istri saya baru saja mendapatkan pekerjaan impiannya? 

BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mohammad Rozi (2): Bersaing dengan Tempe Belanda

Terlebih setelah sempat merasakan LDM, kami pada waktu itu berkomitmen agar jangan sampai merasakan kembali. Tapi kali ini, potensi LDM itu justru hadir sejauh Indonesia-Finlandia.

Saya pulang ke rumah. Pas istri saya juga sudah pulang bersama anak saya selepas menjemputnya dari daycare. Sepulang salat Maghrib berjamaah, saya berbicara kepadanya. “Dik, coba cek HP Mas,” ucap saya, seraya menunjukkan email penerimaan dari Finlandia. 

Ia terdiam. Saya melihat ekspresinya senang. Tapi sekaligus menyimpan kebingungan. Perasaannya seperti bercampur aduk. Rasanya, dari raut wajahnya tidak sebungah seperti dulu saat pertama kali saya mendapat panggilan interview dari Swedia. 

Istri saya sujud syukur seketika. Tapi selepas itu dia juga bingung. Ternyata drama perjuangan S3 tidak berakhir di saat saya sudah diterima. ”Dik, kita butuh diskusi dan istikharah,” ujar saya kepadanya. (*)

(*/Heti Palestina Yunani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: