Pembunuhan di Hotel DoubleTree Surabaya, Percayai Intuisi Bahaya

ILUSTRASI Pembunuhan di Hotel DoubleTree Surabaya, Percayai Intuisi Bahaya. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dikutip dari BBC News, 17 Januari 2017, berjudul Marrying the man who saved my life, berikut ini pengalaman pribadi Melissa Dohme yang diceritakan kepada Outlook di BBC World Service.
Pada 2011 Melissa berusia 20 tahun. Dia mahasiswi bidang studi keperawatan, sekaligus bekerja sebagai resepsionis rumah sakit setempat. Dia berpacaran dengan teman SMA bernama Robert Burton. Melissa menggambarkan Robert begini:
”Waktu SMA, kami satu sekolah. Waktu itu ia sangat menawan dan lucu. Seperti raksasa (karena badannya tinggi besar) yang lembut. Maka, kami berpacaran.”
Dilanjut: ”Tapi, sejak saya mulai kuliah, ternyata perilakunya berubah drastis. Ia jadi pemarah, pecemburu, kasar, suka berbohong tentang segala hal, dan suka merendahkan saya.”
Melissa pun berusaha menghindari pertemuan dengannya. Akan memutuskan hubungan secara pelan-pelan. Cara itu sudah betul. Intuisi Melissa normal. Kalau putus mendadak, malah bisa bahaya buat Melissa (ini problem berpacaran).
Tapi, Robert menyadari, Melissa bakal meninggalkannya. Robert menyatakan ke Melissa, ia tak mau diputuskan. Kalau mereka putus, Robert mengancam akan bunuh diri.
Di sanalah problem meningkat lebih rumit. Melissa tak tega. Tapi, dia juga ogah dengan Robert. Sudah muak. Melissa masih mencari cara putus, tapi tidak berdampak bahaya.
Suatu hari, Oktober 2011, mereka pergi berdua. Di sebuah bar, Robert mabuk. Pulangnya mereka cekcok. Robert menuduh Melissa bersikap tidak sopan kepadanya. Ia masih bicara, Melissa menutup pintu.
Robert menganiaya Melissa dengan tangan kosong. Tapi, seperti digambarkan Melissa, Robert raksasa. Melissa terluka. Dia lari, lapor polisi. Robert ditangkap, dihukum penjara sepuluh jam.
Melissa: ”Setelah kejadian itu, kami tak pernah bertemu lagi. Dari medsos, ia pamerkan punya pacar baru. Saya lega. Saya pikir, akhirnya saya terbebas darinya.”
Pada 24 Januari 2012 pukul 02.00 waktu setempat, Robert menelepon Melissa. Mengatakan, ia tak bisa tidur karena esok hari harus menghadiri persidangan. Robert didakwa menganiaya orang.
Melissa mengatakan, hatinyi berkata tidak mau. Namun, Robert memaksa, dengan mengatakan, ia cuma butuh bertemu sebentar untuk menenangkan diri.
Dalam kegalauan, Melissa berangkat ke apartemen Robert. Dia pikir, barangkali ini pertemuan terakhir.
Melissa: ”Waktu itu saya tidak mendengarkan intuisi saya yang mengatakan bahwa itu salah. Itu tindakan saya yang salah. Tapi, saya melengkapi diri dengan senjata semprotan merica sebagai jaga-jaga.”
Tiba di apartemen Robert, Melissa dipeluk Robert. Lalu, Melissa mendengar suara klik… di punggungnya. Sedetik kemudian, dia merasa ada yang tidak beres. Ternyata benar. Suara itu dari pisau lipat yang dibuka Robert.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: