Pembunuhan di Hotel DoubleTree Surabaya, Percayai Intuisi Bahaya

Pembunuhan di Hotel DoubleTree Surabaya, Percayai Intuisi Bahaya

ILUSTRASI Pembunuhan di Hotel DoubleTree Surabaya, Percayai Intuisi Bahaya. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Belum sempat Melissa bereaksi, Robert sudah menikam punggung Melissa berkali-kali. Rasa panas-dingin di punggung membuat Melissa berontak. Tapi, itu membuat serangan Robert kian brutal. Dia ditikam bertubi-tubi.

Kebetulan, di situ ada remaja perempuan lewat, melihat kejadian tersebut. Cewek itu menelepon 911 sehingga polisi berdatangan. 

Melissa pingsan. Dia mengalami 32 tikaman. Sebaynyak 19 di antaranya di bagian kepala. Satu tikaman memecahkan tengkorak di pelipis kiri. Melissa tidak tahu, dia dilarikan ke rumah sakit bukan dengan mobil ambulans, melainkan helikopter.

Berpekan-pekan Melissa dirawat, melalui beberapa kali operasi. Ajaibnya, dia sembuh, tapi wajahnyi rusak. Kemudian, dioperasi lagi sampai kembali normal. 

Robert dipenjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat. Melissa, beberapa tahun kemudian, menemukan jodoh seorang pemuda petugas pemadam kebakaran yang tampan dan setia. Kini mereka hidup bahagia.

Melissa: ”Seandainya waktu itu saya mematuhi intuisi saya, saya tidak menemuinya. Tapi, sudahlah… Saya bersyukur masih diberi kesempatan hidup.”

Itulah intuisi bahaya. Prof Mary Ellen O’Toole, guru besar ilmu forensik di George Mason University, AS, menulis di Psychology Today, berjudul Dangerous Instincts. Dia menyebutkan, ”Semua orang punya intuisi sebagai peringatan bahaya. Percayailah itu.”

Ma’rifatul sudah dibunuh Ilham. Sudah berlalu. Kejadiannya bisa jadi hikmah masyarakat agar terhindar dari kemungkinan bahaya. Kriminologi bertujuan mencari penyebab kejahatan agar bisa dipelajari masyarakat, demi kebaikan. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: