Pakar ITS Soroti Minimnya Anggaran Transportasi Publik di Surabaya

Pakar ITS Soroti Minimnya Anggaran Transportasi Publik di Surabaya

Kemacetan yang terjadi di Jalan Ahmad Yani Surabaya, Rabu, 19 Februari 2025. -Ananda Tiyas Safina-Disway-

Kepala Dinas Perhubungan Surabaya Tundjung Iswandaru pernah menyebut velocity/capacity (V/C) ratio jalan di Surabaya rata-rata 0,6. Artinya, jalan-jalan masih mampu menampung kendaraan dan bergerak. 

Namun, Dosen Transportasi pada Prodi S2 Terapan, Teknik Infrastruktur Sipil itu menjelaskan, V/C ratio hanya mengukur rasio antara volume kendaraan dan kapasitas jalan. Sementara data TomTom Traffic Index mengukur waktu tempuh kendaraan yang bergerak.  

”Meskipun secara kapasitas jalan di Surabaya masih memadai, hambatan samping seperti parkir liar, penyeberang jalan, dan manajemen lalu lintas yang belum optimal menyebabkan waktu perjalanan jadi lebih lama,” jelasnya.  

BACA JUGA:Mengurai Kemacetan Jalan Raya Menganti-Babatan Surabaya, Pemkot Lakukan Ini

Menurutnya, alokasi anggaran untuk transportasi umum di Surabaya selalu mendapat persaingan. Terutama dengan sektor pembangunan lain yang lebih populis. 

Machsus menyarankan Pemkot Surabaya berkolaborasi dengan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP) untuk mempercepat pengembangan infrastruktur transportasi umum.  

Langkah konkret yang dapat dilakukan adalah penambahan jumlah armada, perluasan jaringan rute, dan pembangunan jalur khusus transportasi umum. 

”Integrasi antar moda transportasi juga krusial untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi,” paparnya.  

Sebab, layanan angkutan umum seperti Suroboyo Bus, Trans Jatim, dan Wirawiri Suroboyo telah memberikan alternatif transportasi yang terjangkau dan ramah lingkungan. Namun, tentu saja, efektivitasnya masih terbatas. Cakupan rutenya masih sempit. Frekuensi layanan juga masih rendah.

BACA JUGA:Trans Jatim, Meretas Kemacetan, Memperkokoh Koneksitas Rantai Pasok

”Integrasi antar moda transportasi yang belum optimal juga menjadi kendala utama,” ujarnya.  

Menurutnya, Surabaya dapat belajar dari Jakarta yang berhasil mengurangi kemacetan melalui integrasi sistem transportasi publik seperti MRT, LRT, dan TransJakarta. Machsus bilang, Surabaya perlu memperluas cakupan transportasi publik dan meningkatkan manajemen lalu lintas.

Sebab, mengubah persepsi masyarakat bahwa kemacetan bukanlah ”takdir” kota metropolitan memerlukan strategi komunikasi yang efektif. 

”Kampanye publik, contoh sukses dari kota lain, dan transparansi dalam perencanaan transportasi publik adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat,” tutur Machsus. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: