Pakar ITS Soroti Minimnya Anggaran Transportasi Publik di Surabaya

Pakar ITS Soroti Minimnya Anggaran Transportasi Publik di Surabaya

Kemacetan yang terjadi di Jalan Ahmad Yani Surabaya, Rabu, 19 Februari 2025. -Ananda Tiyas Safina-Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - SURABAYA menempati peringkat ke-4 kota termacet di Indonesia dan ke-70 di dunia berdasarkan TomTom Traffic Index 2024. Bahkan, peringkat SURABAYA berada di atas Jakarta

TomTom Traffic Index merupakan platform yang menilai kota-kota di seluruh dunia berdasarkan waktu perjalanan rata-rata dan tingkat kemacetan.

Penilaian didasarkan pada floating car data (FCD), yaitu data lokasi dan kecepatan real-time sebuah kendaraan yang tengah bergerak. Data ini diambil dari perangkat berfitur GPS.

Bandung menempati peringkat pertama sebagai kota termacet di Indonesia. Yakni, dengan waktu tempuh rata-rata per 10 km: 32 menit 37 detik. Kedua adalah Medan. Waktu tempuh rata-rata per 10 km: 32 menit 3 detik.

Di posisi ketiga ditempati Palembang, dengan waktu tempuh rata-rata per 10 km: 27 menit 55 detik. Kemudian, ada Surabaya di peringkat keempat. Yakni dengan waktu tempuh rata-rata per 10 km: 26 menit 59 detik. 

BACA JUGA:Eri Cahyadi-Armuji Dilantik, Pemkot Surabaya Ganti Karangan Bunga dengan Aksi Sosial

Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kemacetan yang tinggi di Indonesia justru menempati posisi kelima. Dengan waktu tempuh rata-rata per 10 km: 25 menit 31 detik.

Pakar Transportasi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Machsus menilai, tingkat kemacetan dan waktu terbuang saat rush hour di Surabaya sebenarnya lebih rendah dibandingkan kota-kota seperti Bandung atau Jakarta.

"Namun, persebaran kemacetan di Surabaya itu merata. Terjadi di berbagai titik. Itulah yang membuat indeks kemacetan Surabaya tetap tinggi," kata Machsus, Kamis, 20 Februari 2025.

Kendati di Jakarta memiliki jumlah kendaraan lebih banyak, sistem transportasi publiknya seperti MRT, LRT, dan TransJakarta, berhasil mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi. 

”Di Surabaya, transportasi publik seperti Suroboyo Bus, Trans Jatim, dan Wirawiri Suroboyo masih belum memadai, sehingga penggunaan kendaraan pribadi tetap dominan,” ujar Machsus.  

BACA JUGA:Atasi Kemacetan Tambak Mayor Surabaya, Satpol PP Bongkar Belasan Bangunan Liar

Hal ini diperparah dengan minimnya alokasi APBD untuk transportasi umum. Kurang dari 5% pemerintah daerah yang mengalokasikan APBD untuk angkutan umum. 

”Tanpa investasi yang memadai, layanan angkutan umum sulit berkembang dan memenuhi kebutuhan masyarakat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: