Ramadan Kareem 2025 (15): Hilyatul Auliya

Ramadan Kareem 2025 (15): Hilyatul Auliya

Ramadan ini memberikan nuansa yang tematik dengan membaca hikayat para ulama, sang guru peradaban. Tiba-tiba ingatan menerabas batas waktu. Lamunan saya teringat sosok Gus Dur. --iStockphoto

Forum Demokrasi gencar terberitakan dan mahasiswa asyik  “menari bersama” gendangannya. Diskusi-diskusi demokrasi dan HAM marak di kampus dan mampu menggelorakan semangat juang dalam “rahim pembuaian jabang bayi” reformasi.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (11): Puasa Itu Asyik Aja

Hentakan reformasi menggelembung di tahun 1998 pada saat saya memasuki babak menjadi PNS, menempuh jalan perdosenan di Universitas Airlangga. 

Kiprah Gus Dur sebagai orang nomor satu di Indonesia saya saksikan dengan melihat TV dan mendengarkan radio-radio dengan degub yang menghentak dan menumpahkan keterharuan.

Situasi batin saya nyaris serupa dengan gerakan pemakzulan Gus Dur yang diusung MPR. Antara tanggal 1-23 Juli 2001 itu teramat dramatik kisahnya untuk dilintasi bangsa ini dengan hasil akhirnya: Gus Dur benar-benar dilengserkan, 23 Juli 2001.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (10): Ramadan dan Daun Sang Mahacinta

Kejatuhan dari kursi presiden pastilah tidak dirasakan oleh Gus Dur. Sebab ia tidak kemaruk jabatan, tetapi rasa tersayat menggerus dada menghadirkan guncangan batin yang  menumpahkan air mata kaum kecil di pedesaan.

Saya menyaksikan peristiwa itu saat melakukan penelitian disertasi di Eropa. Perjalanan dari Belanda melintas Jerman, Perancis sampai ke Austria dengan mengistirahatkan badan di Swiss. 

Berbagai kolega menatap dan saya ceritakan bahwa di Indonesia sedang terjadi pemberhentian Presiden Gus Dur. Presiden yang sewaktu hadir di Prancis memukau banyak tokoh Paris kala itu, kini lengser.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (9): Menghindari Talbis Iblis

Belum lekang ingatan itu, saya sungguh menarik napas panjang atas apa yang menimpa Gus Dur sambil menyaksikan diri sang pemakzul, tokoh penggedog pelengseran, yang juga bertandang ke Belanda.

Pemakzulan yang kontroversial sampai hari ini dengan bukti-bukti yang sumir, sebelum akhirnya dipungkasi tiada bukti. Buloggate dan Bruneigate lambat laun ternarasikan hanyalah imaji tanpa bukti yuridis yang memenuhi syarat bagi kepentingan pemberhentian presiden.

Kini semuanya telah rampung. Sejatinya, gonjang-ganjing kenegaraan yang terhelat di Jakarta sewaktu Gus Dur mengganti menteri ataupun mengatasi “pembangkangan” mereka yang silih berganti, tidaklah menimbulkan keganjilan di masyarakat desa.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (8): Sepekan Keindahan

Masyarakat di kampung-kampung, apalagi Lamongan, kepemimpinan Gus Dur dianggap mbarokahi. Orang tua, sanak saudara dan handai taulan pada tahun 1999-2001 itu sangat mensyukuri geliat ekonomi yang terus membubung tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: