Ramadan Kareem 2025 (15): Hilyatul Auliya

Ramadan Kareem 2025 (15): Hilyatul Auliya

Ramadan ini memberikan nuansa yang tematik dengan membaca hikayat para ulama, sang guru peradaban. Tiba-tiba ingatan menerabas batas waktu. Lamunan saya teringat sosok Gus Dur. --iStockphoto

Ini bukan soal angka statistik versi negara melainkan ekonomi roso yang menghampiri petani dan petambak. Sawah dan tambak udang saya sendiri membuncahkan kenikmatan yang tidak terperi.

Tahun-tahun yang membahagiakan dengan panen udang windu seharga Rp 125 ribu per kilogram. Suatu harga yang sangat fantastis yang kemudian turun melorot sampai ke tingkatan Rp 17 ribu-19 ribu per kilogram seiring momen Gus Dur “dipelorot” dengan mekanisme politik pelengseran.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (7): Revolusi Ramadan

Nilai harga udang windu itu sampai saat ini belum mampu merangkak naik setinggi “barokahe” kebijakan ekonomi Gus Dur. Panen raya tambak diikuti dengan meningkatnya jumlah orang naik haji.

Naik haji adalah cita-cita tertinggi yang ada di benak para petambak udang dan petani pada umumnya. Haji adalah simbol kemakmuran dan di zaman Gus Dur dengan udang yang berharga tinggi menjadikan lembaran yang sesuatu banget di hati emak, kakak, dan kerabat.

Keterpentalan Gus Dur dari Istana Negara dengan sambutan gempita di lapangan untuk terbang ke USA adalah wujud pengaliran hati agar memiliki kelembutan. Kini orang bisa memahami pilihan “celana kolor” Gus Dur di panggung istana yang sangat “mengena di pelupuk jiwa”.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (6): Ramadan adalah Kita

Kepasrahan itu melintas dengan kelapangan ruhani dalam menampung gelombang massa. Usai lengser, Gus Dur bertandang pulang kampung ke Jombang dan mengumpulkan teman-teman kecilnya di Cukir Gang III saat itu.

Saya turut menghantar orang tua, kakak, dan adik-adik dalam bincangan yang sangat sederhana. Saya menepi menyaksi orang-orang kampung di Cukir bercengkerama bersama “kekasihnya”, Sang Guru Bangsa.

Gus Dur “ndeprok” duduk di lantai beralas tikar pandan, sambil menikmati rebusan singkong, kacang dan ubi jalar. Kematangan batin terpancar dan kehendak Tuhan menuntun langkah selanjutnya.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (5): Bulan Distribusi

Gus Dur hadir ke rumah orang tua saya di Lamongan sewaktu hajatan ponakan menikah. Di acara inilah Gus Dur meresmikan bangunan kecil yang diniatkan menjadi pesantren kelas dusun yang dipangku oleh kakak saya KH Abdul Halim Affandie.

Sebuah peristiwa yang diterima sebagai berkah. Saya hanya tertegun dan bersimpuh dengan tetap berada pada pusaran luar untuk menangkap bayang “kerinduan” agar tetap pada posisi tanpa kepentingan apa pun.

Alfatiha untuk Gus Dur, sang guru peradaban yang dirindu semua. Ramadan ini memberikan ingatan yang mengenang Gus Dur waktu ke rumah kami di Lamongan.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (4): Saatnya Berbagi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: