6 Restorative Justice Yang Disetujui oleh Jampidum

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana--
HARIAN DISWAY - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui enam permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif pada Kamis, 13 Maret 2025.
Terdapat enam kasus yang diselesaikan berdasarkan mekanisme restorative justice. Penghentian penuntutan ini diajukan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh ke Jampidum setelah mempelajari berkas perkara.
"Permohonan tersebut disetujui dalam ekspose restorative justice yang digelar pada Kamis, 13 Maret 2025.
Enam permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu Tersangka Nazaruddin Bin Zainuddin dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara tersangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan, Tersangka Selvi Salim alias Epi dari Kejaksaan Negeri Morowali Utara tersangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
BACA JUGA:Restorative Justice dari Kwitang
BACA JUGA:Restorative Justice di Vanessa Angel
Tersangka Ismail Marjuki Bin Idris dari Kejaksaan Negeri Samarinda tersangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Tersangka Adi Sakti alias Adi dari Kejaksaan Negeri Donggala tersangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian, Tersangka Imran alias Uwo dari Kejaksaan Negeri Donggala tersangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian jo. Pasal 56 ayat (1) KUHP.
Tersangka I Yola Herniasih binti Hera Santa Dyna dan Dyna Eva Adrence Tulandi anak dari Ariaryantje Verseles Tulandi dari Kejaksaan Negeri Balikpapan tersangka melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengeroyokan atau Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan jo. Pasal 55 KUHP.
Diberikannya pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dengan alasan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan atas kesepakatan dua pihak tanpa apa tekanan, pertimbangan sosiologis, serta masyarakat merespon dengan positif.
Jampidum meminta kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai peraturan Kejaksaan RI.
BACA JUGA:Restorative Justice dari Padang Lawas
BACA JUGA:Jual Beli Keadilan di Restorative Justice
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum," kata Prof. Dr. Asep. (*)
*) Mahasiswa Magang Jurusan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: