Pembelajaran Mendalam Model Kiai Dahlan dan Abdul Mu’ti

ILUSTRASI Pembelajaran Mendalam Model Kiai Ahmad Dahlan dan Abdul Mu’ti.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Tatkala memahami Surat Ali ’Imran ayat 104, Kiai Dahlan tergerak hatinya untuk mendirikan organisasi atau persyarikatan yang rapi. Persyarikatan itu diharapkan mampu mengembangkan dakwah sekaligus mendirikan berbagai amal kemanusiaan.
Yang melegenda tentu saja kajian Kiai Dahlan terhadap Al-Qur’an surah Al-Ma’un. Surah ke-107 itu digunakan Kiai Dahlan untuk menggali sumber dana umat guna membangun basis teologi pengembangan amal sosial.
Warga Muhammadiyah senantiasa diingatkan peristiwa pengajian Kiai Dahlan yang selalu mengajarkan surah Al-Ma’un kepada santrinya selama tiga bulan. Kajian mendalam terhadap surah Al-Ma’un kemudian melahirkan banyak amal kemanusiaan bidang pendidikan, rumah sakit, dan pelayanan sosial.
Kiai Dahlan juga mengkaji surat Al-’Ashr bersama santrinya selama delapan bulan. Surah ke-103 itu memberikan pesan penting kepada umat mengenai pentingnya menghargai waktu (respect to the time).
Dari kajian pada surah itu lahir ”teologi Al-’Ashr” yang menjadi dasar ajaran berdisiplin, tepat waktu, dan sedikit berbicara banyak bekerja. Praktik ajaran itu begitu ditekankan Kiai Dahlan bersama para ideolog Muhammadiyah periode awal.
Melalui kajian mendalam pada Al-Qur’an, Kiai Dahlan berpesan kepada santrinya agar tidak mempelajari ayat lain sebelum benar-benar mempraktikkan ajarannya.
Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii) mengomentari kajian keagamaan yang begitu mendalam model Kiai Dahlan itu sangat disayangkan jika lebih banyak dipuja-puji daripada dijadikan rujukan. Buya Syafii bahkan menyandingkan penafsiran Al-Qur’an model Kiai Dahlan dengan Fazlurrahman.
Fazlurrahman merupakan guru yang banyak menginspirasi pemikiran keislaman Nurcholish Madjid, Amien Rais, dan Buya Syafii. Hal itu terjadi tatkala tiga cendekiawan muslim tersebut belajar di Chicago University, Illinois, Amerika Serikat.
Menurut Buya Syafii, ada kesamaan model penafsiran Al-Qur’an antara Kiai Dahlan dan Fazlurrahman. Keduanya sama-sama berusaha untuk melakukan kontekstualisasi pesan ayat-ayat Al-Qur’an dengan realitas sosial yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Itulah model pembelajaran kemudian yang populer dikenal sebagai contextual teaching and learning. Pada intinya, pendekatan pembelajaran itu mengajak guru dan murid mengaitkan materi pelajaran dengan kondisi dunia yang benar-benar nyata adanya.
PM MODEL ABDUL MU'TI
Sejalan dengan pengkajian keagamaan model Kiai Dahlan yang begitu mendalam, Abdul Mu’ti mengenalkan PM untuk diimplementasikan di lembaga pendidikan. PM dirumuskan dengan tiga pilar: mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning.
Pilar pertama, mindful learning, mengajarkan pentingnya membangun kesadaran bagi murid untuk terus-menerus belajar. Para pendidik penting mengasah pikiran murid agar pengetahuan dan wawasannya bertambah.
Dengan cara itu, rasa ingin tahu (curiosity) dan nalar kritis murid akan makin terasah. Kemampuan murid dalam menyelesaikan masalah akan berkembang melalui pengalaman, eksperimen, atau praktik langsung.
Pilar kedua, meaningful learning, meniscayakan pembelajaran harus memberikan pengalaman yang bermakna kepada murid. Tugas guru bukan sekadar menyampaikan materi pembelajaran secara tuntas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: