AS Soroti Indonesia soal Produk Palsu di Mangga Dua dan Lemahnya Perlindungan HKI

Orang-orang mencari aksesoris Natal di pasar Mangga Dua di Jakarta, 24 Desember 2003. AS soroti maraknya barang palsu yang dijual di Pasar Mangga Dua di Jakarta.--ADEK BERRY / AFP
USTR mencatat bahwa penerapan QRIS dan GPN memberatkan perusahaan penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS. Karena kebijakan tersebut mengharuskan penggunaan sistem domestik yang mengecualikan opsi lintas batas.
Menurut Peraturan Bank Indonesia (BI) No. 19/08/2017 tentang GPN, seluruh transaksi debit dan kredit ritel domestik harus diproses melalui lembaga switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan berlisensi dari BI.
Selain itu, Peraturan BI No. 21/2019 juga mewajibkan seluruh pembayaran berbasis kode QR di Indonesia untuk menggunakan standar nasional QRIS.
BACA JUGA:Implementasi QRIS dan Inklusi Sistem Ekonomi Digital
Perusahaan-perusahaan AS, termasuk penyedia layanan pembayaran dan bank, mengungkapkan bahwa mereka tidak dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan tersebut.
“Selama proses pembuatan kebijakan QR oleh BI, pemangku kepentingan internasional tidak diberi informasi yang cukup dan tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan mereka,” sebagaimana dikutip dari ustr.gov.
Sebagai komitmen untuk memperbaiki situasi ini, Amerika Serikat menegaskan akan terus menjalin kerja sama dengan Indonesia melalui Rencana Kerja Hak Kekayaan Intelektual bilateral.
BACA JUGA:Pengguna QRIS Dikenakan PPN 12 Persen, Begini Simulasi Hitungannya!
AS juga akan melanjutkan keterlibatan dengan Indonesia melalui Perjanjian Perdagangan dan Investasi Amerika Serikat–Indonesia (TIFA) untuk mendorong perlindungan HKI yang lebih baik dan menciptakan perdagangan yang transparan dan adil.(*)
*) Mahasiswa magang dari prodi Sastra Inggris, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: