Dosen Perempuan dan Tantangan Kerja Dunia Akademik

Dosen Perempuan dan Tantangan Kerja Dunia Akademik

ILUSTRASI Dosen Perempuan dan Tantangan Kerja Dunia Akademik.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Selain itu, dosen sering mendapat tugas tambahan. Misalnya, menjadi pimpinan universitas, fakultas, atau program studi. Beberapa menjabat ketua atau anggota tim fast track, berbagai kepanitiaan,  membimbing mahasiswa dalam berorganisasi atau lomba, dan tugas lainnya. 

Tentunya, bagi dosen perempuan, itu membutuhkan manajemen waktu dan talenta yang akan berbeda dengan dosen laki-laki. Karena tugas tambahan itu, tidak berarti dosen perempuan boleh mengesampingkan tugas utama dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

TANTANGAN DAN MOTIVASI

Tercapainya visi dan misi sebuah pendidikan tinggi atau universitas menjadi cita-cita seluruh sivitas akademika. 

Dalam hal ini, dosen sebagai ujung tombak diharapkan peran untuk meningkatkan kualitas kurikulum, akreditasi, dan reputasi akademik. Dosen laki-laki dan perempuan sama-sama diharapkan terlibat. 

Era disruptif yang mengharuskan semua sivitas bergerak untuk mengikuti perkembangan teknologi pun menjadi tantangan tersendiri. Adopsi teknologi seperti AI (artificial intelligence), big data, dan pengetahuan keterampilan 4.0 mengharuskan dosen perempuan mengikuti perkembangan zaman.  

Apalagi, pada masa sekarang, mahasiswa yang tergolong generasi Z sangat paham teknologi. Mau tak mau, dosen harus mampu mengikuti.

Transformasi metode pengajaran tak boleh lagi konvensional. Sebab, lulusan kini harus memiliki kemampuan lebih. Tidak hanya sebagai alumni yang mempunyai pengetahuan cukup atau  IPK tinggi, tapi juga mempunyai kemampuan soft skill yang mumpuni. 

Termasuk mampu berpikir kritis, kolaboratif, kreatif, dan komunikatif. Sebab, kelak, setelah lulus, tantangan dunia kerja atau wirausaha tak terjawab hanya dengan pengetahuan dan IPK tinggi.

Di balik itu, tantangan lain bagi dosen perempuan adalah double burden,’beban ganda’. Sebab, dosen perempuan harus menjalankan dua peran besar secara bersamaan: sebagai akademisi dan sebagai istri atau ibu yang mempunyai tugas domestik dalam rumah tangga. 

Bahkan, juga tuntutan kehadiran sebagai pendamping suami dalam dunia kerja profesi tertentu. Itu memerlukan kemampuan istimewa bagi dosen perempuan untuk membagi waktu antara mengajar, penelitian, publikasi, melakukan pengabdian masyarakat, membimbing mahasiswa, serta menuntaskan tugas sebagai istri, pendamping suami dan ibu bagi anak-anak. 

Dosen perempuan menghadapi dinamika kompleks antara peran domestik dan publik. Diperlukan kecerdasan dan adaptasi hebat dalam mengelola semuanya agar berjalan dengan baik. 

Dalam hal ini, diharapkan pula dukungan institusi. Salah satunya senantiasa memupuk motivasi dan semangat bagi dosen perempuan agar bisa berkarya sebagaimana dosen laki-laki. Motivasi pimpinan dan institusi merupakan energi bagi dosen dan memengaruhi mental dan moral. 

Motivasi bersumber dari bahasa Latin, movere. Artinya, dorongan atau daya penggerak. Motivasi dapat dipengaruhi diri sendiri (internal) maupun dari lingkungan luar (eksternal). Kondisi dan situasi yang baik dalam lingkungan akademik akan menjadi faktor pendorong motivasi eksternal. 

Dalam institusi, pimpinan sebaiknya mengembangkan situasi kerja dan hubungan baik antardosen. Sebab, itu akan meningkatkan kinerja yang diharapkan perguruan tinggi. Rasa aman,  nyaman, bahagia, dan berkeadilan akan memunculkan rasa memiliki dan keloyalan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: