Hatta dan Danantara

Hatta dan Danantara

ILUSTRASI Hatta dan Danantara.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sementara itu, terhadap penanaman modal asing, Hatta menolak konsep turn key project. Yakni, semua proses produksi dikendalikan dan diisi total oleh asing. 

BACA JUGA:Menggugat Independensi BPI Danantara

BACA JUGA:Danantara: Lompatan Besar atau Sekadar Mimpi Besar?

Sebab, menurut Hatta, orang asing hanya boleh berada di jabatan dengan keahlian dan keterampilan. Kemudian, menularkan keahlian dan keterampilannya kepada bangsa Indonesia. 

Tetapi, apa yang terjadi? Sejarah mencatat. Utang luar negeri yang ditawarkan Amerika Serikat (AS) tahun 1950 diberi embel-embel syarat yang terkait dengan kebijakan Indonesia. 

Saat itu AS menawarkan pinjaman USD 100 juta dengan syarat Indonesia mengakui pemerintahan Bao Dai di Vietnam (pemerintah yang didukung AS). Indonesia menolak. Akibatnya, pinjaman batal cair (Winstein: 1976).

BACA JUGA:BPI Danantara: Lembaga Pengepul Dana atau Birokrasi Investasi Baru?

BACA JUGA:Pengurus Danantara Resmi Diumumkan, Rosan Roeslani Jamin Tidak Ada Nama Titipan

Tahun 1952, AS kembali menawarkan pinjaman. Namun, Indonesia harus mendukung embargo pengiriman bahan mentah strategis ke Tiongkok. Termasuk karet mentah dari Indonesia yang dibeli Tiongkok. Lalu, tahun 1964 memberikan syarat pencairan pinjaman lagi. Saat itu Indonesia harus mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia yang terjadi sejak 1963.      

Campur tangan dan semua syarat itu membuat Soekarno meneriakkan kalimat ”go to hell with your aid” ke AS. Yang kemudian disusul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 pada Agustus 1965. Yang isinya menolak segala bentuk keterlibatan asing dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, Soekarno menasionalisasi beberapa perusahaan AS di Indonesia. 

Tetapi, kita semua tahu. Kemarahan Soekarno harus ia bayar mahal. Selain krisis ekonomi. Juga, krisis politik yang berujung 11 Maret 1966: Soekarno harus menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto. 

Kembali ke pendirian Danantara. Ada prinsip dan pemikiran Hatta di situ. Sebab, Danantara adalah pintu untuk mengoptimalkan modal nasional dalam pembangunan di dalam negeri. Meskipun saya tidak tahu, apakah tokoh-tokoh yang duduk di kepengurusan lembaga tersebut mendalami taksonomi pemikiran Hatta atau belum. Tetapi, kita harus dorong ke arah sana. 

Danantara harus secepatnya melakukan investasi pilihan yang memiliki dua orientasi. 

Pertama, orientasi ketahanan nasional bangsa ini. 

Kedua, orientasi membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: