Memaknai Arti Toleransi dalam Peringatan Bom 13 Mei di Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya

Memaknai Arti Toleransi dalam Peringatan Bom 13 Mei di Gereja Santa Maria Tak Bercela Surabaya

Memaknai arti toleransi dalam peringatan bom 13 Mei di Gereja Santa Maria tak bercela Surabaya. - Alfi Kirom - Harian Disway

“Semoga tidak akan pernah terjadi pengeboman lagi dan seluruh agama di Indonesia dapat bersatu!” tulis yang lainnya. “Tak ada lagi kekerasan atas nama agama,” pesan salah satu peserta yang tertulis dalam kertas itu. “Duc In Altum,” tulis peserta lain.


Peserta menempelkan kertas di dinding harapan, dekat dengan pintu masuk acara Peringatan Bom 13 Mei. - Alfi Kirom - Harian Disway

BACA JUGA: Conclave sebagai Proses Pemilihan Paus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik

Ketika acara dimulai, seluruh kursi telah dipenuhi oleh para peserta acara Peringatan Bom 13 Mei. Terlihat dari luar kursi-kursi berwarna putih itu berderet rapi. Di atas panggung, ada tampilan layar bertulisan “Agama, untuk Apa? Refleksi Peringatan 7 Tahun Bom Surabaya” 

Peserta disuguhkan dengan berbagai pertunjukan, orasi, pembacaan puisi dan cerpen, nyanyian, serta sambutan-sambutan. Sambutan tersebut diberikan oleh ketua pelaksana Peringatan Bom 13 Mei, pemuka agama, dan mantan teroris.

Salah seorang mantan teroris yang turut hadir dalam acara tersebut adalah Nasir Abbas. Nasir Abbas adalah seorang mantan teroris yang pernah tergabung dalam jaringan Jamaah Islamiyah.

BACA JUGA: Pesan Paskah Gereja Hati Kudus Yesus Katedral Surabaya, Penuh Makna di Tahun Yubelium

Namun, kini pandangan dari seorang pria berjanggut dan berkumis tipis warna putih itu telah berubah total. Baginya, terorisme tak lagi menjadi sebuah pembenaran yang mengatasnamakan agama. 


Potret Nasir Abbas yang berpakaian batik bersama rekannya Tony Soemarno, mantan teroris dari jaringan Jemaah Islamiyah hadir dalam acara Peringatan Bom 13 Mei di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela Surabaya. - Alfi Kirom - Harian Disway

Kini Nasir Abbas menjadi seorang pembina dari yayasan sosial dan amal yang beranggotakan mantan jaringan terorisme, mantan kombatan jihad, korban aksi terorisme, serta keluarga napiter.

Nama yayasan tersebut adalah FKAAI (Forum Komunitas Aktifis Akhlakul Karimah Indonesia). Sungguh berbanding terbalik dengan kehidupan sebelumnya. 

BACA JUGA: Teatrikal Jalan Salib Gereja Santo Vincentius a Paulo Surabaya Padukan Budaya Jawa dan Lintas Agama

Justru, Nasir Abbas berharap agar orang yang masih mempunyai niat untuk melakukan kejahatan terorisme tersebut berhenti melancarkan aksinya. Menurutnya, aksi terorisme bertentangan dengan agama dan hati nurani seorang manusia. 

“Mereka mengatasnamakan agama, tetapi keliru. Itu salah. Bukan agama yang menyuruh. Mereka salah memahami dan merupakan akibat dari mereka yang tidak punya hati nurani. Membawa agama untuk pembenaran perbuatan mereka. Jadi, bukan agamanya,” tutur Nasir Abbas. 

Bagi Nasir Abbas, acara ini sangat penting untuk menyadarkan masyarakat agar lebih waspada dengan sebaran faham terorisme yang menyebabkan timbulnya kebencian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: