Solidaritas Global South dan BRICS, Gerakan Dehegemonisasi Ekonomi Barat?

Solidaritas Global South dan BRICS, Gerakan Dehegemonisasi Ekonomi Barat?

ILUSTRASI Solidaritas Global South dan BRICS, Gerakan Dehegemonisasi Ekonomi Barat?.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Penguatan artikulasi GS digunakan untuk menggantikan istilah ”dunia ketiga” yang digunakan selama Perang Dingin untuk menunjukkan negara-negara yang tidak memihak blok Barat maupun blok Timur. 

GS meliputi negara-negara yang cenderung mengalami keterbelakangan ekonomi, mempunyai tingkat ketimpangan pendapatan yang lebih tinggi, dan kondisi kehidupan yang lebih keras jika dibandingkan dengan negara-negara di belahan GN (negara maju). 

Pada perspektif politik, GS yang meliputi Indonesia, India, Brasil, dan Afrika Selatan serta sejumlah negara Amerika Latin disatukan oleh kesamaan semangat yang sedang memperjuangkan kesetaraan ekonomi di kancah global. 

Mereka tidak ingin memihak salah satu blok dan lebih memilih untuk berusaha keluar dari hegemoni tatanan dunia yang didominasi Barat. 

Bangkitnya gerakan non-blok dan aliansi strategis seperti BRICS dan CRINK (China, Iran, North Korea) merupakan gerakan advokasi negara-negara berkembang dalam mengakomodasi kepentingan mereka sendiri dan membentuk tatanan dunia yang lebih adil untuk negara-negara yang selama ini termaginalkan oleh praktik-praktik kapitalisme Barat. 

Henry Kissinger, mantan luar negeri AS, dalam bukunya yang berjudul World Order telah membahas bagaimana tatanan dunia yang dinamis dan terus berubah dari sistem bipolar (AS vs Uni Soviet) menjadi multipolar. 

Pada abad ke-21 tatanan dunia terus berubah dan munculnya beberapa aliansi ekonomi dan politik strategis seperti BRICS, CRINK, dan NATO makin memperkuat bukti dari progres tatanan dunia bergerak menuju fase multipolar. 

Dalam kurun dua dekade belakangan, para analis strategik dan ekonom berpandangan bahwa AS telah memasuki fase pelemahan sebagai negara adidaya ekonomi meski secara militer Negeri Paman Sam masih menduduki peringkat teratas. 

Munculnya Tiongkok sebagai kekuatan ekonomi baru secara masif diyakini berpotensi menggerogoti hegemoni ekonomi AS. Sejumlah indikator ekonomi dari beberapa lembaga mengindikasikan kekuatan ekonomi Barat yang dimotori AS kian lemah. 

Terdapat beberapa indikator bahwa Negeri Paman Sam dalam fase pelemahan. 

Pertama, hasil laporan yang diterbitkan International Monetary Fund (IMF) yang tercantum dalam World Economic Outlook edisi Oktober 2024, yakni policy pivot, rising threats, telah memprediksi bahwa pasar dunia makin bergantung pada kelompok ekonomi berkembang BRICS untuk mendorong ekspansi pertumbuhan ekonominya ketimbang negara-negara Barat yang tergabung dalam G-7. 

Kedua, pidato Vladimir Putin saat membuka Deklarasi Kazan Oktober 2024 yang membeberkan fakta bahwa perubahan dalam pangsa PDB global antara G-7 dan BRICS telah mengalami pergeseran. 

Ia mengatakan, PDB G-7 terus menyusut dari 1992 sebesar 45,5 persen menjadi 16,7 persen pada 2024. Dengan PDB agregat aliansi BRICS lebih dari USD 60 triliun, aliansi ekonomi itu bak lokomotif ekonomi raksasa. 

Indikator ekonomi yang diungkap pemimpin Rusia tersebut merupakan total pangsa pasar global yang telah melebihi pertumbuhan aliansi negara G-7. 

Dalam beberapa dekade terakhir, lebih dari 40 persen pertumbuhan PDB global dan seluruh dinamika ekonomi global telah mampu disumbang negara-negara BRICS. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: