Negara Gagal Membina Preman di Indonesia

ILUSTRASI Negara Gagal Membina Preman di Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PENDIRIAN satgas premanisme dituding sebagai cara pemerintah untuk melakukan pendekatan keamanan (security approach) dalam menangani preman. Cara kekerasan tidak selalu bisa menyelesaikan masalah kekerasan pula.
Penulis selalu terngiang dengan ungkapan, ”orang yang dipenjara justru mendapatkan modus baru dan cara-cara baru dalam melakukan kejahatan”. Ia bisa jadi menimba pengalaman dari napi lain mengenai berbagai cara melakukan kejahatan.
Makanya, penulis berpendapat, anak yang dikategorikan nakal yang dimasukkan ke barak militer sangatlah tidak efektif. Si ”anak nakal” akan menjadi lebih berani dan lebih keras setelah mendapatkan pendidikan di barak militer.
BACA JUGA:Operasi Berantas Preman
BACA JUGA:Cegah Premanisme, Polda Jatim Gelar Patroli Skala Besar
Kesimpulan itu penulis duga akan terjadi sepanjang tidak didampingi materi yang berkaitan dengan agama, kemampuan akademis, public speaking, dinamika kelompok, atau kemampuan kolektif lainnya.
Yang terpenting, menurut penulis, bukan memusnahkan keberadaan preman. Mereka itu tidak tergabung dalam sektor pekerjaan tertentu sehingga melanggar hukum. Jika disalurkan dalam pekerjaan tertentu, mereka diharapkan tidak berbuat kejahatan.
Jika mereka melanggar hukum, biarkan pengadilan yang mengadilinya. Masalah penegakan hukum (law enforcement) itulah yang membuatnya lebih mengemuka daripada meniadakan keberadaan preman.
BACA JUGA:Polres Blitar Bentuk Satgas Anti-Premanisme
BACA JUGA:2 Preman Pemalak Pedagang Sayur di Bekasi Diringkus Polisi
Harus diakui, kegiatan premanisme berlaku di berbagai sektor. Dulu selalu dianggap di sektor bawah (informal). Namun, sekarang di lembaga resmi pun orang bisa menggunakan cara-cara yang tidak resmi lewat kekuatan preman untuk menekan pemberi izin mengeluarkan katebelece.
Oleh sebab itu, lembaga (badan) harus lebih ketat melakukan pengawasan terhadap instansinya. Jangan sampai premanisme ditiadakan di sektor informal, tetapi di lembaga resmi justru merebak.
Prinsipnya, kita harus mengubah cara pandang (mindset) melihat preman. Preman tidak selalu berada di bawah organisasi tertentu. Preman bisa mengatasnamakan ormas atau lembaga kepemudaan yang resmi.
BACA JUGA:Preman Jalanan vs HAM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: