Jalan Berliku Mewujudkan Tujuan Pendidikan

ILUSTRASI Jalan Berliku Mewujudkan Tujuan Pendidikan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dalam mewujudkan tujuan pendidikan, peran guru sangat strategis. Sebab, mereka adalah pelaksana kurikulum. Kurikulum hanyalah sebuah konsep dan kebijakan yang harus diimplementasikan. Sebagus apa pun kebijakan, jika implementasinya tidak baik, tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai.
Keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Edwards III, dipengaruhi oleh komunikasi, standard operating procedure (SOP), kualitas sumber daya manusia (SDM), dan komitmen. Perubahan kurikulum tersebut harus dikomunikasikan kepada guru sehingga mereka memahami apa yang harus dilakukan.
Kegagalan komunikasi menyebabkan kegagalan implementasi kebijakan. Apalagi jika kebijakan tidak disertai dengan SOP yang jelas, implementasinya bisa bias dan menyimpang dari arah yang ditetapkan.
Di sisi lain, kualitas dan komitmen guru juga sangat menentukan. Pelaksanaan kurikulum membutuhkan guru yang kreatif dan inovatif sehingga mereka bisa memanfaat lingkungan sebagai sumber belajar. Mereka juga bisa mengembangkan media yang efektif dan metode belajar yang menyenangkan.
Meski berbagai pelatihan telah dilakukan, seperti guru penggerak pada era Kurikulum Merdeka, maupun pembalajaran dengan pendekatan saintifik pada K-13, belum semua guru memahami dengan baik. Rendahnya kompetensi guru juga menjadi kendala dalam mewujudkan tujuan pendidikan.
Berdasarkan hasil uji kompetensi pada tahun 2015, sebanyak 81 persen guru memiliki skor di bawah standar minimum. Hasil rilis Kemendikbudristek tahun 2021, skor rata-rata kompetensi guru adalah 50,64.
Dengan kompetensi yang rendah, sulit diharapkan guru bisa mengimplementasikan kurikulum dengan baik. Ibarat seorang sopir, meskipun lewat jalan tol, jika ia tidak terampil dalam mengemudi, jalannya akan pelan atau malah bisa terjadi kecelakan yang menimbulkan korban.
SISWA SEBAGAI ”MOBIL”
Faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan mewujudkan tujuan pendidikan adalah murid itu sendiri. Murid ibarat mobil yang akan diantarkan ke suatu tujuan. Jika mobil tersebut rusak atau mogok, sehebat apa pun sopirnya pasti akan mengalami kesulitan mencapai tujuan.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan murid. Dalam interaksi tersebut, dibutuhkan adanya motivasi yang kuat dari kedua pihak. Jika motivasi salah seorang atau keduanya rendah, hasilnya kurang optimal atau malah gagal.
Ibarat perkalian dalam matematika, jika salah satu angkanya nol, hasil perkaliannya akan nol juga. Atau, jika angka kecil dikalikan dengan angka yang kecil, hasilnya akan kecil. Namun, jika kedua angka tersebut besar, hasil perkaliannya juga akan besar.
Dengan kata lain, hasil pendidikan sangat ditentukan oleh motivasi dari guru maupun murid. Makin kuat motivasi keduanya untuk belajar dan mengajar, hasilnya akan kian bagus.
Jika dilihat dari berbagai informasi di medsos maupun hasil skor PISA, motivasi para murid untuk belajar sangat rendah. Bahkan, ada survei yang menunjukan bahwa IQ murid Indonesia hanya 78.
Tentu itu bukan IQ yang sebenarnya. Sebab, IQ 78 lebih rendah daripada kera. Survei tersebut hanya menunjukkan penggunaan IQ yang kurang optimal. Artinya, kemauan murid untuk belajar dan berpikir sangat rendah.
BUTUH SINERGI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: