Meme dan Negara yang Serius

Meme dan Negara yang Serius

ILUSTRASI Meme dan Negara yang Serius.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

MEME itu lucu. Kadang menyentil. Kadang nakal. Tapi, jarang ada yang menganggapnya sebagai ancaman negara.

Sampai tiba-tiba, seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) dipanggil polisi. Ditetapkan sebagai tersangka. Gara-gara mengunggah meme Prabowo dan Jokowi. Ia dijerat pasal penghinaan terhadap penguasa. Ancaman hukumannya? Dua belas tahun.

Rasanya seperti sedang mimpi. Tapi, mimpi yang terlalu serius.

BACA JUGA:ITB Siap Membina Mahasiswi Pembuat Meme Prabowo-Jokowi, Tegaskan Pentingnya Etika Berekpsresi

BACA JUGA:Penahanan Mahasiwi ITB Pembuat Meme Prabowo-Jokowi Ditangguhkan Oleh Polri

***

Anak muda sekarang tidak menulis pamflet. Tidak lagi menyuarakan kritik lewat poster demo di jalan. Mereka lahir di dunia yang tak punya tembok, hanya layar.

Dan, meme adalah poster baru mereka.

Itulah bahasa gen Z. Satire digital. Kadang canggung. Kadang tidak lucu.

Kadang kelewat batas. Tapi, itulah caranya mereka bicara.

Bukan untuk membakar negara. Tapi, untuk bilang, ”Kami ada. Kami berpikir. Kami ingin didengar.”

BACA JUGA:Habirurokhman Siap Jadi Penjamin Mahasiswi ITB Pembuat Meme Prabowo-Jokowi

BACA JUGA:KM ITB Tuntut Pembebasan Mahasiswi Pengunggah Meme Prabowo-Jokowi, Tekankan Kebebasan Berpendapat

***

Kita bisa berbeda pandangan soal selera humor. Tapi, satu hal ini seharusnya tidak kita perdebatkan, yaitu soal: hak untuk mengungkapkan pendapat di ruang publik adalah fondasi demokrasi.

Apalagi, jika yang disindir adalah pejabat publik. Presiden, menteri, atau bahkan calon presiden sekalipun. Mereka adalah tokoh terbuka. Kritik (meski kadang pahit) adalah bagian dari ongkos jabatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: