Kejagung Sebut Total Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Sritex Rp 692 Miliar

Kejagung Sebut Total Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Sritex Rp 692 Miliar

Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung sebut kerugian negara akibat korupsi Sritex adalah Rp 692 miliar-Foto Istimewa-

HARIAN DISWAY - Dirdik Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar mengungkapkan total kerugian negara dalam  kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari bank pelat merah yaitu PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex). Kerugian tersebut nilainya hingga miliaran rupiah. 

"Menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar dari total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi sebesar Rp 3,8 triliun," ujar Qohar dalam keterangan persnya di Gedung Kejaksaan RI, Jakarta Selatan, pada Rabu malam, 21 Mei 2025.

Rincian tagihan tersebut berasal dari beberapa bank di antaranya adalah Bank Jateng sebanyak Rp 395 miliar, Bank DKI sebesar Rp 149 miliar, kemudian sisanya sebanyak Rp 2,5 triliun dari sindikasi yang terdiri dari Bank BNI, BRI, serta LPEI. 

"Selain mendapatkan kredit dari bank-bank tersebut, PT Sri Rejeki Isman Tbk juga mendapatkan kredit dari 20 bank swasta yang nilainya masih dilakukan pendalaman," tambahnya. 

BACA JUGA:Upaya Kasasi Ditolak MA, Raksasa Tekstil Sritex Tetap Dinyatakan Pailit

BACA JUGA:Pralaya Sritex, Alarm Bahaya Industri Manufaktur Indonesia?

Kasus korupsi ini bermula ketika Tersangka ZM yaitu yang menjabat sebagai Dirut PT Bank DKI Jakarta tahun 2020 bersama Tersangka DS sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun 2020 diduga telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai serta tidak mentaati prosedur. 

Prosedur yang dilanggar adalah bahwasanya PT Sritex Tbk hanya memperoleh peringkat BB minus yang mana artinya memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi. 

"Seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," pungkasnya. 

Perbuatan Tersangka ZM dan DS tersebut bertentangan dengan ketentuan Standar Operasional Prosedur Bank serta Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus menerapkan prinsip kehati-hatian (Charater, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition).

Tersangka ISL selaku Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk mendapatkan dana dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten dan PT Bank DKI Jakarta, terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan pemberian kredit yaitu untuk modal kerja tetapi digunakan untuk membayar hutang dan membeli aset non produktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukannya. 

"Tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif," ucapnya. 

Bahwa kredit yang diberikan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sritex saat ini macet dengan kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari total nilai pemberian pinjaman kredit serta tidak dijadikan jaminan. 

Hingga PT Sritex Tbk akhirnya dinyatakan pailit  oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang melalui putusan dengan Nomor Perkara:  2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg karena tidak bisa melunasi kredit bank(*) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: