Prabowo Perintahkan Tulis Ulang Sejarah Indonesia: History atau His Story?

ILUSTRASI Prabowo Perintahkan Tulis Ulang Sejarah Indonesia: History atau His Story?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
SEJARAH ditulis para pemenang. Para pemenang akan menentukan mana yang menjadi SEJARAH dan mana yang harus dihapus atau disembunyikan. Setiap rezim yang berkuasa akan mempunyai versi sejarahnya masing-masing.
Rezim Prabowo Subianto juga ingin punya versi sendiri mengenai sejarah. Maka, ia menugasi Menteri Kebudayaan Fadli Zon (atau inisitaif Fadli sendiri) untuk menulis ulang sejarah Indonesia. Tentu saja, sesuai dengan versi yang diinginkan Prabowo.
Sejarah bukan sekadar kumpulan kronologi peristiwa. Sejarah adalah proses untuk ”menjadi”. Sebuah dialektika antarsintesis dan antitesis yang menghasilkan puncak sejarah. Itulah yang diyakini Francis Fukuyama ketika memproklamasikan the end of history, sejarah telah berakhir dengan kemenangan liberalisme-kapitalisme.
BACA JUGA:Prabowo Tegaskan Persahabatan Erat Indonesia-Tiongkok, Sambut PM Li Qiang di Istana Merdeka
BACA JUGA:Impor Bebas ala Prabowo
Bagi Fukuyama, ambruknya rezim Uni Soviet pada 1989 adalah puncak sejarah yang menandai kemenangan liberalisme-kapitalisme atas komunisme. Liberalisme dan kapitalisme yang dipimpin Amerika Serikat menjadi pemenang tunggal dalam perebutan hegemoni dunia.
Fukuyama mengadopsi dialektika Hegel yang meyakini bahwa sejarah akan sampai pada ujung yang bersifat langggeng. Bahwa hegemoni Amerika Serikat di dunia tidak akan berubah.
Bahwa sekarang Amerika Serikat terancam oleh kekuatan Tiongkok, itu hanya bagian dari dialektika. Pada akhirnya pemenangnya adalah liberalisme-kapitalisme.
BACA JUGA:Prabowo Adalah (Bukan) Kita
BACA JUGA:Pak Harto, Prabowo, dan Para Taipan
Ibnu Khaldun tidak percaya pada akhir sejarah. Dalam pandangan Khaldun, dunia berputar seperti roda pedati, kadang di atas kadang di bawah. Panta Rei atau Cakra Manggilingan dalam terminologi Jawa. Kemenangan, kekuasaan, akan berputar di antara bangsa-bangsa, sebagaimana tersurat dalam Al-Qur’an.
Rezim Prabowo mungkin lebih memilih pandangan dialektika Hegel supaya kekuasaannya langgeng. Penulisan ulang sejarah nasional merupakan upaya pelanggengan itu.
Melalui penulisan ulang sejarah tersebut, rezim Prabowo ingin mengontrol pengetahuan bangsa Indonesia mengenai sejarah. Episteme, dalam istilah Michael Foucault, adalah cara seseorang atau sekelompok orang berpikir, memandang, menguraikan, dan memahami kenyataan. Siapa yang bisa mengontrol episteme, ia akan memperoleh kekuasaan.
BACA JUGA:Jejak Soemitro Djojohadikoesoemo, Langkah Prabowo Subianto
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: