Seni sebagai Investasi, Jalan Menuju Ketajaman Makna

ILUSTRASI Seni sebagai Investasi, Jalan Menuju Ketajaman Makna.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA:Gojek Seniman
Namun, tidak semua orang bisa atau harus menjadi kolektor seni. Alternatifnya adalah menjadikan diri sendiri sebagai karya seni itu. Dalam dunia yang dihantui disrupsi dan ketidakpastian, kompetensi adalah mata uang paling stabil.
Meningkatkan potensi diri di bidang seni –apakah sebagai pelukis, penulis, musisi, desainer, atau kurator– adalah bentuk investasi yang tidak kalah bernilai.
”Uang akan datang kepada mereka yang punya kemampuan.” Demikian kata Peter Drucker, bapak manajemen modern. Maka, membangun value diri adalah jalan senyap, tetapi pasti menuju kemapanan.
BACA JUGA:Landmark Karya Seni Patung Perlu Dilindungi
BACA JUGA:Ghibli dari Mesin: AI, Seni, dan Dilema Orisinalitas
Bagi generasi Z, yang hari ini berusia 16 hingga 18 tahun, memahami keterkaitan antara seni dan investasi masa depan bukan sekadar persoalan ekonomi, melainkan juga eksistensi.
Di era ketika identitas bisa dibentuk lewat media sosial dan pasar kerja menuntut kreativitas sebagai fondasi, seni hadir bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai medan perjuangan baru.
Mereka yang mampu menggabungkan kepekaan artistik dengan logika investasi akan menjadi pionir peradaban baru: kaum estetik-kapital yang tidak hanya mencari untung, tetapi juga makna.
BACA JUGA:Mitologi Jawa Buta Kala dan Patung Macan dalam Seni Kontemporer ARTJOG 2025
BACA JUGA:ARAK-ARAK di Pasar Tunjungan: Ketika Seni Menyusuri Ruang dan Sejarah Surabaya
Namun, di sanalah letak ironi kita. Dunia pendidikan hari ini masih terlalu teknokratis. Anak muda lebih didorong untuk menjadi efisien ketimbang reflektif, mengejar angka daripada value.
Seni, yang seharusnya menjadi ruang kontemplatif, justru sering dipinggirkan karena dianggap tidak ”produktif”. Padahal, sebagaimana ditulis Friedrich Schiller, ”Hanya melalui seni, manusia bisa berdamai antara naluri dan rasio.”
Perdamaian itulah yang kita butuhkan hari ini, untuk melahirkan generasi yang tidak hanya kaya materi, tetapi juga bijak dalam menjalani hidup.
Kita perlu membuka ruang baru dalam diskursus ekonomi dan pendidikan: bahwa seni bukan barang mewah, melainkan kebutuhan. Bahwa investasi bukan hanya tentang angka, melainkan juga tentang membangun dunia batin yang kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: