Keadilan untuk Argo, Jangan Biarkan Kuasa Menutup Kebenaran: Usut Tuntas Pelakunya, #JusticeForArgo!

ILUSTRASI Keadilan untuk Argo, Jangan Biarkan Kuasa Menutup Kebenaran: Usut Tuntas Pelakunya, #JusticeForArgo!-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
KECELAKAAN tragis yang menewaskan Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM), di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sleman, Yogyakarta, pada 24 Mei 2025, telah mengguncang hati publik dan memicu perdebatan luas tentang keadilan, tanggung jawab, dan transparansi hukum di Indonesia.
Peristiwa itu tidak hanya menjadi tragedi pribadi bagi keluarga dan teman-teman Argo, tetapi juga mencerminkan masalah sistemik yang lebih luas dalam penegakan hukum dan budaya berlalu lintas di negeri ini.
Pada dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB, Argo mengendarai sepeda motor Honda Vario dari selatan ke utara di Jalan Palagan.
Saat hendak berputar balik ke arah selatan, dari arah belakang melaju mobil BMW yang dikemudikan Christiano Pengarapenta Pengidahan Tarigan, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM.
Karena jarak yang dekat dan kurangnya upaya pengemudi BMW untuk menghindar, tabrakan pun terjadi. Argo meninggal dunia di lokasi kejadian karena luka berat di kepala.
Namun, lebih dari sekadar data teknis, yang membuat publik tersentuh dan marah adalah latar belakang Argo sendiri. Ia adalah anak sulung dari dua bersaudara.
Sejak usia 11 tahun, ia telah kehilangan ayahnya dan sejak saat itu hidup bersama sang ibu. Dalam kondisi ekonomi yang terbatas, Argo tumbuh menjadi pemuda yang mandiri dan bertanggung jawab.
Ia bertekad untuk kuliah tanpa merepotkan ibunya sehingga ia mendaftar dan berhasil memperoleh beasiswa dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Dengan semangat juang yang tinggi, ia berhasil masuk Fakultas Hukum, UGM –salah satu fakultas terbaik di Indonesia.
Argo hidup dalam kesederhanaan dan dikenal sebagai pribadi yang rajin, cerdas, serta berintegritas tinggi. Kehilangannya adalah luka mendalam tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi UGM dan masyarakat luas.
Sementara itu, pengemudi BMW yang menabraknya, Christiano Tarigan, berasal dari latar belakang keluarga yang sangat mapan. Ayahnya adalah direktur operasional FIF Group, sebuah perusahaan pembiayaaan kendaraan yang memiliki jaringan luas di Indonesia.
Selain itu, keluarga Tarigan memiliki beberapa unit usaha lain di berbagai bidang. Ketimpangan sosial itu menjadi relevan ketika publik mencurigai adanya perlakuan khusus dalam proses hukum yang berjalan.
Christiano mengaku bahwa sebelum kecelakaan, ia sempat bermain biliar dan mengunjungi tempat kos temannya. Ia kembali ke kontrakan sekitar pukul 23.30 WIB dan keluar lagi sekitar pukul 00.40 WIB.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa tujuan Christiano keluar pada dini hari tersebut adalah menghadiri acara hiburan malam di ESKALA, sebuah tempat hiburan malam yang populer di Yogyakarta.
Informasi itu diperkuat pernyataan teman-teman dekat Christiano yang menyebutkan bahwa ia hendak pergi ke ESKALA pada malam kejadian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: