Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Nasional: Peluang dan Strategi

Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Nasional: Peluang dan Strategi

ILUSTRASI Ketersediaan dan Ketahanan Pangan Nasional: Peluang dan Strategi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Program Tekad Dukung BUMDes di Indonesia Timur untuk Ketahanan Pangan dan Makan Gratis

Dalam jangka panjang, pemenuhan kebutuhan akan beras dalam kuantitas yang besar melalui impor sangat dipengaruhi keadaan di pasar beras dunia. 

Antara lain, pasar beras dunia hanya mewakili sekitar 10 persen dari produksi dunia; pasokan dan harga pasar beras dunia lebih tidak menentu bila dibandingkan dengan komoditas yang lain seperti jagung dan gandum karena pembatasan ekspor oleh negara-negara pengekspor utama, perubahan iklim/cuaca ekstrem. 

Keinginan pemerintah untuk menghentikan impor beras pada tahun 2025 perlu diapresiasi. Itu berarti, produksi beras domestik harus meningkat tidak hanya cukup untuk memenuhi konsumsi domestik, tetapi juga untuk meningkatkan stok, termasuk cadangan beras pemerintah. 

BACA JUGA:Kuatkan Ketahanan Pangan, Ingin Tumbuhkan Minat Pemuda untuk Bertani

BACA JUGA:Dukung Ketahanan Pangan, Kapolri Beri Bantuan Alat Pengaktifan Lahan 37 Hektare di Sidoarjo

Implikasinya, produktivitas pertanian padi juga harus meningkat. Berdasarkan data BPS pada triwulan I 2025, diperkirakan lahan panen seluas 6,215 juta hektare menghasilkan gabah kering giling (GKG) sebanyak 32,574 juta ton dengan produktivitas 5,2 ton per hektare. 

Dari segi produktivitas lahan, meskipun hanya berdasarkan data triwulan I 2025, itu tidak menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan kondisi selama 2018–2024 atau tujuh tahun sebelumnya yang berkisar 5,1 hingga 5,2 ton per hektare.

Di Indonesia, kemungkinan untuk memperluas lahan padi relatif terbatas karena kondisi lingkungan fisik usaha tani dan potensi hasil sangat beragam. 

BACA JUGA:FISIP Unair Penelitian Ketahanan Pangan

BACA JUGA:Sorgum Jadi Solusi Ketahanan Pangan di Tengah Cuaca Ekstrem

Terlebih, pengurangan lahan padi, terutama di Pulau Jawa yang memasok hampir 60 persen produksi padi nasional di masa mendatang, diperkirakan makin meningkat karena bersaingan dengan penggunaan lain. 

Misalnya, diversifikasi tanaman, urbanisasi, pembangunan industri dan kawasan hunian, serta penggunaan non pertanian lainnya. Oleh karena itu, intensifikasi produksi padi tetap menjadi strategi utama untuk meningkatkan produktivitas.

Dewasa ini ada peluang besar untuk meningkatkan produktivitas secara berkelanjutan guna mengimbangi pengurangan luas lahan dan meningkatkan nilai gizi beras. 

Beberapa varietas unggul baru telah dikembangkan sesuai dengan ekosistem padi dan kondisi spesifik lokasi dan tersedia untuk diadopsi petani. Pilihan yang menjanjikan, misalnya, green super rice (GSR). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: